Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Sentimen global menjadi angin segar bagi komoditas. Hal ini terlihat dari pergerakan saham emiten komoditas yang sempat bergerak positif belakangan ini.
Akan tetapi, sebagian analis menilai, sentimen global itu belum bisa menjadi jaminan atas membaiknya prospek kinerja emiten komoditas, khususnya emiten batubara di semester II tahun ini.
Wilson Sofan, analis Reliance Securities menilai, permintaan batubara memang mengalami kenaikan beberapa waktu terakhir. Kenaikan permintaan tentu mengerek harga komoditas. "Namun, kenaikannya hanya bersifat musiman," jelas Wilson, Rabu (14/8).
Kenaikan permintaan batubara itu menurut Wilson, dipengaruhi oleh mulai musim dingin di luar negeri. Biasanya, permintaan batubara di musim dingin naik akan naik sampai dengan akhir tahun ini.
Pengaruhnya terhadap kinerja produksi emiten batubara tentu signifikan. Emiten batubara tentu berusaha untuk menggenjot produksi. Di sisi lain, satu-satunya untuk menghadapi anjloknya harga batubara global hanya dengan menggenjot produktivitas.
"Signifikan, namun saya tidak bilang akan kembali positif, tetapi paling tidak kinerja mereka ada sedikit recovery," ucap Wilson. Soalnya, bicara batubara khususnya untuk jangka panjang ini lagi-lagi bicara soal permintaan.
Rilis data ekspor impor China memang membaik. China merupakan salah satu konsumen batubara terbesar. Tapi, masalahnya, tambah Wilson, setelah terpapar krisis, struktural China saat ini bergeser. Pemerintahnya cenderung fokus ke pembenahan, bukan pembangunan.
Disisi lain, kesadaran polusi masyarakat China juga mulai meningkat. Mereka memilih batubara berkalori tinggi, di atas 4.500 kkal, dibanding batubara berkalori rendah, karena batubara jenis ini memiliki polutan yang tinggi.
Situasi seperti ini akan membuat emiten batubara yang memproduksi batubara berkalori tinggi memiliki posisi yang lebih aman dibanding emiten dengan batubara kalori rendah.
"Seperti ADRO, dia berat, kalau enggak bisa mengatasi harga di luar. Karena kalori (batubara) dia rendah, jadi sekarang tinggal mengandalkan permintaan dalam negeri seperti dari PLN," terang Wilson.
Hanya masalahnya, dengan pergeseran struktur ekonomi China itu, akan menimbulkan potensi penurunan permintaan batubara. Batubara bisa tidak laku dijual, juga kalori-nya turun karena kelamaan disimpan lantaran banyak menyerap air.
"Jadi, kalau ada investor yang ingin investasi di sektor ini, cari emiten yang punya kontrak penjualan batubara jangka panjang dan produksi kalori tingginya besar," tutur Wilson.
Pandangan sama disampaikan oleh Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities. Menurutnya, adanya pemulihan sektor komoditas yaitu batubara tersebut belum bisa dibilang stabil. "Soalnya, sekarang ada tanda-tanda pemulihan, tapi namanya pemulihan di dalamnya belum tentu stabil," imbuhnya.
Perlu diketahui, kenaikan harga batubara terjadi setelah rilis data Eropa dan China yang menguat. Namun, menurut Reza, sentimen positif tersebut belum tentu bisa bertahan sampai bulan depan atau jangka waktu berikutnya.
Namun, jika ada investor yang ingin koleksi saham batubara, Reza mempersilakannya. "Tapi, sebaiknya orientasinya jangka pendek, ya," saran Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News