CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.170   -44,98   -0,62%
  • KOMPAS100 1.096   -6,56   -0,60%
  • LQ45 873   -3,12   -0,36%
  • ISSI 217   -1,51   -0,69%
  • IDX30 447   -1,07   -0,24%
  • IDXHIDIV20 540   0,64   0,12%
  • IDX80 126   -0,68   -0,54%
  • IDXV30 136   0,26   0,20%
  • IDXQ30 149   -0,14   -0,09%

Ini Pilihan Instrumen Investasi yang Tepat Saat Hadapi Resesi


Jumat, 30 September 2022 / 14:25 WIB
Ini Pilihan Instrumen Investasi yang Tepat Saat Hadapi Resesi
ILUSTRASI. Ancaman resesi mesti disikapi dengan instrumen investasi yang tepat.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Resesi global berpotensi mengancam perekonomian dalam negeri. Karena itu, kenaikan inflasi mesti disikapi dengan instrumen investasi yang tepat.

Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat menyatakan, dalam kondisi inflasi tinggi saat ini lebih baik banyak berinvestasi pada saham. Meskipun inflasi mengancam, namun kinerja pasar saham Indonesia dinilai masih cukup tangguh.

"Karena saya optimistis akan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), porsi saham jangan kecil-kecil," ujar Teguh kepada Kontan.co.id, Kamis (29/9).

Hal tersebut lantaran perekonomian Indonesia tidak separah seperti apa yang terjadi di negara-negara Eropa ataupun Amerika Serikat (AS). Teguh menilai, Indonesia hanya mengalami inflasi dan tidak sampai pada kondisi resesi.

Baca Juga: Tren Kenaikan Harga Komoditas Masih Bisa Terus Memanas

"Kita tidak ada resesi cuma inflasi saja, namun tidak separah Eropa. Terkait masalah resesi dari kacamata investor tidak perlu dikhawatirkan," ungkap Teguh.

Teguh bilang, perekonomian Indonesia masih stabil dan memiliki prospek cukup baik ke depannya. Sektor komoditas seperti gas, batubara, sawit hingga kertas masih mampu menopang perekonomian yang mendorong terjadinya surplus neraca perdagangan.

Terlebih, pengendalian covid-19 di Indonesia memberikan ruang signifikan bagi pertumbuhan pariwisata ataupun penerbangan sehingga menyumbangkan devisa negara. Hal ini pula yang nampaknya mendorong konsumsi masyarakat naik.

Sama halnya juga terkait investasi pada Obligasi Ritel Indonesia(ORI). Teguh mencermati bahwa instrumen investasi tersebut menarik karena potensi bunganya sebesar 5%-6% per tahun, lebih tinggi dari deposito.

Di lain sisi, berinvestasi pada ORI juga mendukung langkah pemerintah. Sehingga, tidak melulu mencari utang dari luar negeri. 

Baca Juga: Mulai Menipis, Rupiah Spot Menguat ke Rp 15.243 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini

Dia berekspektasi bahwa inflasi yang menyebabkan suku bunga Bank Indonesia (BI) naik bakal mengerek suku bunga ORI. Meski tidak setinggi untung di saham, namun ORI tidak bakal rugi. 

Di luar itu, investasi dapat dialokasikan di pasar uang saja. Dengan demikian, Teguh menyarankan komposisi aset dapat dibagi masing-masing sebesar 60% saham, obligasi sekitar 20%, dan sisanya pasar uang 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×