Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sepanjang pekan ini, rupiah mengalami tren penguatan. Meski sempat melemah pada Selasa (7/2), rupiah masih kembali menguat dua hari berturut-turut hingga Kamis (9/2) dengan jumlah yang signifikan.
Di pasar spot, Bloomberg mencatat, valuasi rupiah Kamis (9/2) lalu menguat 0,24% ke level Rp 13.295 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah juga menguat 0,21% ke level Rp 13.308 per dollar AS dibanding hari sebelumnya.
Pada Jumat (10/2) siang, posisi rupiah kembali melemah. Di pasar spot, Bloomberg mencatat, valuasi rupiah Jumat (10/2) melemah 0,13% ke level Rp 13.312 per dollar AS dari hari sebelumnya. Adapun kurs tengah Bank Indonesia mencatat, posisi rupiah melemah 0,075% ke level Rp13.318 dari hari sebelumnya.
Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst Monex Investindo Futures bilang, sentimen dari luar negeri memberikan katalis negatif bagi pergerakan rupiah. Pasalnya, Presiden terpilih AS, Donald Trump baru saja mengungkapkan bakal segera merealisasikan janji kampanyenya yang akan menurunkan pajak pribadi dan korporasi. Tak pelak, hal tersebut bakal menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Putu memperkirakan, rupiah pekan depan akan melemah dan bergerak ke level Rp 13.200 – Rp 13.450.
Dia menambahkan, rupiah pekan ini cenderung menguat lantaran stabilitas politik dalam negeri relatif aman. Selain itu, data ekonomi dan cadangan devisa yang positif turut menjadi katalis positif menguatnya rupiah pada pekan ini.
Mengutip laman Bank Indonesia, cadangan devisa Indonesia akhir Januari 2017 tercatat US$116,9 miliar, lebih tinggi 0,42% dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2016 yang sebesar US$ 116,4 miliar. Adapun lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investors Service memberikan peringkat kemampuan kredit Indonesia dari stabil menjadi positif membuat rupiah ikut menguat.
Namun begitu, pergerakan rupiah pekan depan juga akan dipengaruhi oleh sentimen dari dalam negeri. Putu mengatakan, pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta bakal menjadi katalis yang menggerakan rupiah.
“Pilkada DKI bisa dibilang jadi sorotan global,” katanya. Menurutnya, kalaupun rupiah mengalami penguatan, trennya tidak akan signifikan. Pasalnya selain Pilkada, ada data ekonomi lain yang dirilis seperti neraca perdagangan ekspor-impor yang juga akan menjadi sentimen. (Klaudia Molasiarani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News