Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Indika Energy Tbk (INDY) lebih optimistis pada tahun ini. Perusahaan ini menargetkan bisa mencetak laba bersih di akhir tahun 2017, setelah mengalami kerugian sejak tahun 2013 silam. Sebagai informasi, hingga kuartal III-2016, INDY masih mencetak rugi bersih sebesar US$ 16,31 juta.
Arsjad Rasjid, Direktur Utama INDY, mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, perseroan berupaya melakukan berbagai efisiensi dan restrukturisasi bisnis. "Banyak upaya pengurangan beban sudah kami selesaikan, sehingga untuk pertama kalinya sejak 2013, kami yakin kinerja akan positif tahun ini," paparnya dalam kunjungan ke Redaksi KONTAN, Selasa (10/1).
INDY masih mengandalkan pendapatan dari kontrak dan jasa pertambangan serta penjualan batubara. Hingga akhir 2017, INDY memprediksi produksi batubara bakal masih stagnan di kisaran 32 juta ton.
Arsjad bilang, bisnis jasa pertambangan, melalui anak usahanya PT Petrosea Tbk (PTRO), memiliki prospek lebih baik. Kenaikan harga batubara dan mulai beroperasinya kembali tambang batubara bisa meningkatkan pendapatan jasa pertambangan perseroan. "Tahun ini, utilisasi Petrosea akan maksimal," imbuh dia.
Perseroan ini menyiapkan belanja modal sekitar US$ 80 juta, lebih tinggi dari belanja modal tahun lalu sebesar US$ 38,2 juta. Mayoritas belanja modal akan digunakan untuk membiayai ekspansi Petrosea. "Kami tidak menganggarkan banyak belanja modal karena masih ingin menjaga kas," ujar Arsjad.
Sebagai bagian restrukturisasi bisnis, INDY juga membuka peluang untuk mencari pendanaan melalui pasar modal.
Fokus proyek listrik
Di tahun ini, perseroan juga fokus menggarap proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon II. Pembangkit listrik berkapasitas 1x1.000 megawatt (MW) ini digarap oleh PT Cirebon Energi Prasarana, anak usaha INDY. INDY telah membagi hak partisipasinya kepada co-investor, PT Imeco Multi Prasarana (IMP).
Tujuannya untuk membagi beban risiko dari proyek US$ 2 miliar tersebut. Arsjad menargetkan financial closing proyek PLTU ini bakal rampung pada kuartal I tahun ini.
Rencananya, sebanyak 80% dari investasi proyek, atau sekitar US$ 1,6 miliar, akan berasal dari project financing. Salah satunya adalah Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Christian Saortua, Analis Minna Padi Investama, mengatakan, efisiensi yang dilakukan INDY sudah terlihat sejak beberapa tahun lalu, termasuk upaya pemangkasan beban utang.
Di akhir tahun 2015, INDY memang melunasi sebagian utangnya dan melakukan pembelian kembali (buyback) surat utang (notes) sebesar US$ 128,57 juta. "Hal ini turut mengurangi beban bunga dan beban keuangan perseroan," ujar dia.
Menurut Christian, tahun ini ada peluang peningkatan harga batubara yang signifikan. "Dengan berkurangnya beban perseroan ditambah harga batubara yang meningkat, maka margin INDY juga akan membaik di tahun ini," prediksi dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News