kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indika Energy genjot produksi batubara high thermal


Sabtu, 12 Mei 2018 / 00:22 WIB
Indika Energy genjot produksi batubara high thermal
ILUSTRASI. Mohammad Arsjad Rasjid - INDIKA Energy


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indika Energy Tbk (INDY) menargetkan bisa mulai memproduksi batubara high thermal sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Batubara jenis ini merupakan batubara dengan kandungan kalori berkisar 6.500 - 6.700.

M Arsjad Rasjid P.M. Direktur Utama INDY menyebutkan, perusahaan mulai memproduksi batubara high thermal tersebut tahun ini. Pada tahun lalu, INDY sedang dalam tahap percobaan.

Cadangan batubara jenis ini dikelola INDY di Kalimantan Tengah. Saat ini ditangani oleh anak usaha, PT Multi Tambangjaya Utama. “Dari situ, kami juga sudah ada reserve coking coal juga,” kata Arsjad kepada KONTAN di Jakarta, Selasa (8/5).

Meski sudah memiliki cadangan batubara berjenis coking coal tersebut, INDY belum akan memproduksi dalam waktu dekat. Arsjad bilang, terkait dengan produksi batubara jenis coking coal INDY sedang tahap kajian. PT Multi Tambangjaya Utama ini, selain memiliki cadangan batubara high thermal, juga memiliki cadangan coking coal

Sebagai informasi, batubara jenis coking coal tersebut memiliki nilai kandungan kalori berkisar 7.000 - 8.000. Batubara jenis coking coal ini biasa digunakan untuk pembakaran tinggi, seperti pada pembakaran baja. “Reserve sudah ada, dan sedang exploring. Kami sedang melihat potensinya,” ujarnya.

Oleh karena itu, INDY akan berfokus pada produksi high thermal terlebih dahulu. Selain batubara high thermal, INDY juga memfokuskan diri pada penjualan batubara low kalori. Pada tahun lalu, INDY memproduksi sebanyak 32 juta ton. Sedangkan pada tahun ini, Arsjad bilang ada potensi perusahaan akan memproduksi sebanyak 33 juta-34 juta ton batubara low kalori.

Arsjad menambahkan, untuk penjualan batubara INDY sendiri, sebanyak 25%-30% dialokasikan untuk kebutuhan domestik, termasuk di antaranya untuk domestic market obligation (DMO). Porsi tersebut dinilai sudah sesuai dengan kebijakan perusahaan untuk mendukung kebutuhan batubara dalam negeri.

Sedangkan sebagian besar yang lain dipasarkan di luar negeri. Negara yang menjadi tujuan antara lain seperti China, Korea, Malaysia, dan di beberapa negara lain. Manajemen menyatakan, ingin memperluas pasar penjualan batubara pada negara lain.

Kebijakan ini sekaligus menjadi strategi perusahaan dalam melakukan hedging. “Bila ada negara yang tidak baik permintaannya, kami sudah mendiversifikasi penjualan pada negara-negara yang berbeda,” imbuhnya.

Terkait dengan pasar luar negeri baru, Arsjad berharap bisa menyediakan batubara untuk negara Eropa. Selain itu, INDY juga menyasar negara di kawasan Asia seperti Vietnam, Filiphina, dan Pakistan, dikarenakan ada proyek pembangunan pembangkit listrik. “Maka dengan sendirinya akan semakin banyak permintaan dari negara lain. Pembangunan pembangkit banyak, maka kedepanya permintaan akan banyak,” tambahnya.

Sehubungan dengan kenaikan nilai dollar Amerika Serikat, INDY melihat belum banyak perubahan. Pasalnya, saat ini sebagian besar penjualan dan cost yang dikeluarkan oleh INDY dalam bentuk mata uang dollar AS.

Untuk itu, tidak ada dampak langsung terhadap penjualan INDY. “Walau bagaimana pun secara keseluruhan kan pemerintah sudah melakukan intervensi, dollar ini kan global, istilahnya semua juga mengalami,” pungkasnya.

Selain mengandalkan penjualan batubara, INDY juga menggenjot potensi bisnis lainnya. Diantaranya seperti bisnis penyimpanan bahan bakar, dan bisnis non batubara seperti energi terbarukan. Untuk bisnis penyimpanan bakar sendiri, INDY baru saja berinvestasi sebesar US$ 108 juta untuk membangun terminal produk bahan bakar di Kariangau, Kalimantan Timur.

INDY menandatangani kontrak dengan PT Exxon Mobil Lubricants Indonesia untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas penyimpanan dan pengiriman produk bahan bakar selama 20 tahun.

Sedangkan pada bisnis non-batubara, INDY memperhitungkan sumber energi seperti angin, tenaga surya, hingga tenaga air. Hanya saja, INDY masih melihat dan memperhitungkan risiko untuk mengerjakan sektor energi terbarukan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×