Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Tepat seperti ramalan KONTAN akhir tahun lalu; tahun ular bukan era bersahabat bagi investasi pasar saham. Lihat saja, pada penutupan pasar saham tahun 2013, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus 0,98% menjadi 4.274,18 dibanding dengan posisi awal tahun.
Padahal, semester I tahun ini, IHSG berkali-kali menembus rekor baru dan sempat nangkring di posisi 5.200-an. Setelahnya, otot IHSG lunglai dan harga saham longsor hebat hingga posisi di bawah akhir tahun 2012.
Namun, sejumlah saham masih bisa memberikan gain tinggi tahun ini. Sebut saja saham PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA) yang memberikan gain hingga 850%.
Di deretan saham-saham unggulan penghuni indeks LQ45, saham PT Multipolar Tbk (MLPL) tercatat naik tertinggi mencapai 75,61%. Anak usaha Grup Lippo ini, tak pelak, menjadi top gainers di lingkungan LQ-45 selama setahun terakhir. Sebagai perbandingan, tahun lalu, saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) tercatat sebagai top gainers dengan memberikan return 142,62% (lihat tabel).
Analis Senior Samuel Sekuritas, Muhammad Alfatih menilai, sejumlah saham yang harganya sudah melonjak tinggi tahun lalu kurang bertaji tahun ini. "WIKA, misalnya, lonjakan harganya sudah tinggi, sehingga tahun ini kurang perform," jelasnya.
Kata Alfatih, tahun lalu IHSG banyak digerakkan oleh dana asing yang masuk ke pasar modal sementara tahun ini justru sebaliknya. Beberapa saham emiten kelas kakap ambruk karena aksi jual asing besar-besaran.
Tahun ini, saham-saham emiten sektor konsumsi menjadi jawaranya. Beberapa saham emiten sektor ini masih bisa memberi return positif meski IHSG terpuruk. Misal, saham MAIN, ICBP, UNVR, INDF dan KLBF. "Ini lebih karena memang fundamentalnya bagus dan ada aksi korporasi besar yang mendongkrak harga sahamnya," jelas dia.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menjelaskan, dengan pertumbuhan ekonomi yang paspasan di tahun 2013, sulit mengharapkan sejumlah saham berkapitalisasi pasar besar memberi imbalan maksimal. Tahun lalu, saham properti memang unggul. Namun tahun ini, keunggulan saham properti hanya bertahan sesaat. "Ini karena disetir sentimen naiknya BI rate yang membuatnya menjadi kurang menarik," tutur Satrio.
Hampir semua harga saham properti, gagal mencatat level tertingginya di tahun ini. Justru di saat pertumbuhan emiten big caps terbatas, saham-saham lapis dua dan lapis tiga tampil mendominasi.
Meski saham-saham lapis dua ini unggul, Satrio mengingatkan, saham-saham tersebut banyak digerakkan oleh para spekulan. Tahun depan, emiten big caps bakal kembali unggul. Wiliam Suryawijaya, analis Asjaya Indosurya Securities bilang, saham sektor konsumsi akan tetap memberi performa terbaik. Dus, saham-saham sektor ini sudah mulai bisa dikoleksi investor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News