kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHSG Tertekan di Awal Tahun, Akankah Ada Potensi January Effect?


Senin, 09 Januari 2023 / 07:01 WIB
IHSG Tertekan di Awal Tahun, Akankah Ada Potensi January Effect?
ILUSTRASI. analis memperkirakan January Effect tinggal angan. Apalagi sentimen pada awal tahun ini didominasi sentimen negatif. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan pada awal tahun 2023. Kondisi ini membuat analis memperkirakan January Effect tinggal angan. Apalagi sentimen pada awal tahun ini didominasi sentimen negatif.

CEO Advisor.id Praska Putrantyo mengatakan, pelaku pasar masih menunggu arah kebijakan suku bunga the Fed pada awal tahun ini. Apalagi sebelumnya The Fed mengungkapkan suku bunga acuan masih akan naik akibat solidnya data ketenagakerjaan di Amerika Serikat (AS).

Bahkan tahun ini suku bunga acuan The Fed diproyeksikanakan naik menjadi 5,1%, tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Menurut Praska hal tersebut membuat pelaku pasar menarik diri dari saham karena potensi perlambatan ekonomi.

Baca Juga: Ada January Effect, IHSG Diproyeksi Menguat

Sebelumnya China juga telah merilis data PMI Manufaktur Desember yang berada di bawah level 50, tepatnya pada level 47 atau turun dibandingkan November 2022 di 48.

"Lalu dengan kenaikan suku bunga artinya tingkat imbal hasil yang diharapkan investor naik sehingga membuat nilai wajar saham menjadi lebih rendah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (8/1).

Dalam enam bulan terakhir, Praska melihat IHSG telah menyentuh level terendahnya di 6.640. Menurutnya, sentimen yang paling dominan dari rilis data-data ekonomi.

Praska menilai sentimen rilis data ekonomi masih akan berlanjut di Januari ini. Apalagi dengan solidnya data ketenagakerjaan di AS dan tren penurunan inflasi yang belum terlalu jauh sehingga peningkatan suku bunga oleh The Fed juga akan berlanjut.

"Jadi sentimen positif di Januari ini cenderung minim, bahkan cenderung tidak ada," katanya.

Selain itu, Praska menilai saat ini pelaku pasar banyak melakukan switching ke obligasi, khususnya Surat Berharga Negara (SBN). Sebab, di tengah pelambatan inflasi yield obligasi tenor panjang agak turun.

Praska memproyeksikan di Januari ini IHSG akan bergerak dengan support di 6.600 sebagai level psikologis. Sementara untuk resistance pada level 6.870.

"Jadi IHSG masih akan tertekan di Januari ini karena asing pun masih menekan cuan," sebutnya.

Senior Investment Informasi Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menambahkan, IHSG memang cenderung tertekan faktor eksternal. Sebab, data ekonomi dari domestik dilihat cukup positif.

"Sehingga saya rasa ini mampu untuk menahan tekanan dari faktor eksternal," ujarnya.

Ia mencontohkan, ekspor Indonesia yang tumbuh double digit sehingga neraca perdagangan Indonesia masih mampu mencatatkan surplus. 
Lalu, indeks keyakinan konsumen juga berada pada level optimis, serta PMI Manufaktur Indonesia juga naik ke level 50,9 dibandingkan negara-negara lain yang mengalami kontraksi.

Nafan memproyeksikan IHSG akan bergerak dengan support di 6.559 dan resistance pada level 6.908.

Baca Juga: Menanti January Effect Datang, Simak Rekomendasi Saham dari Analis Ini

Di tengah situasi saat ini, Praska menilai ini bisa menjadi momentum bagi investor untuk masuk ke pasar saham. Sebab, harganya banyak terdiskon.

Ia menyarankan investor bisa melakukan buy on weakness, tetapi tidak langsung all out. 

"Karena kinerja emiten di 2022 akan bagus, tetapi di 2023 mungkin akan melambat sehingga saat mulai tumbuh bisa dijalankan averaging down tetapi dengan sektor yang selektif," jelasnya.

Praska menilai beberapa sektor yang menarik yakni konsumsi sebagai sektor defensif, komoditas (logam, batubara, dan minyak mentah), telekomunikasi, dan perbankan.

Untuk sektor komoditas ia menyarankan untuk jangka panjang sebab meskipun suplai dari China akan meningkat seiring pembukaan impor tetapi permintaan batu bara masih akan tinggi. Apalagi ada insentif 0% bagi tambang batu bara yang melakukan hilirisasi.

Lalu, untuk minyak mentah seiring dengan proyeksi kenaikan harga. Sehingga, hal tersebut dinilai dapat menopang kinerja emiten sektor tersebut. Kemudian untuk sektor telekomunikasi seiring harganya yang terdiskon sehingga bisa menjadi alternatif diversifikasi.

"Untuk perbankan bisa melihat big bank karena mereka akan lebih tangguh menghadapi potensi perlambatan ekonomi dengan diversifikasi yang telah dilakukan," paparnya.

Praska merekomendasikan saham INDF, ICBP, MPMX, HRUM, ITMG, ADRO, ANTM, MEDC, BBCA, dan BBRI

Sementara Nafan merekomendasikan BBRI, BMRI, BBNI, BBCA, INDF, ICBP, dan MYOR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×