kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.670.000   7.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -45,00   -0,28%
  • IDX 6.876   -148,69   -2,12%
  • KOMPAS100 1.002   -27,61   -2,68%
  • LQ45 778   -23,83   -2,97%
  • ISSI 209   -3,14   -1,48%
  • IDX30 402   -12,98   -3,12%
  • IDXHIDIV20 482   -18,36   -3,67%
  • IDX80 113   -2,93   -2,52%
  • IDXV30 117   -3,38   -2,80%
  • IDXQ30 133   -3,80   -2,78%

IHSG Tak Menarik, Institusi Industri dan Dapen Mulai Kabur dari Pasar Saham


Kamis, 06 Februari 2025 / 20:36 WIB
IHSG Tak Menarik, Institusi Industri dan Dapen Mulai Kabur dari Pasar Saham
ILUSTRASI. IHSG yang terus melemah membuat investor terlihat mulai hengkang dari pasar saham dalam negeri


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan. IHSG menutup perdagangan Kamis (6/2), dengan terkoreksi 2,12% atau turun 148,69 poin ke level 6.875,53. 

Secara year to date (ytd) per Kamis (6/2), investor domestik menguasai perdagangan sebesar 65%. Sementara sisanya sekitar 35% merupakan investor asing. 

Tekanan ini salah satunya datang dari oleh ketidakpastian global. Hasilnya, para investor institusi yang bergerak di bidang jasa keuangan perlahan mundur dari pasar saham. 

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatatkan porsi asuransi di pasar saham mencapai Rp 238,33 triliun pada 2022. Ini setara 7,4% dari total data investor lokal sebesar Rp 3.222,19 triliun. 

Nilainya pun di tahun-tahun berikutnya porsi perusahaan asuransi di pasar saham terus menciut. Pada 2023, nilai investasi oleh asuransi sebesar Rp 225,73 triliun atau setara 6,2%. 

Kemudian pada 2024 porsinya semakin kecil sebesar Rp 198,25 triliun atau 5,3%. Hingga Januari 2025, nilai investasi industri asuransi di pasar saham tersisa Rp 193,31 triliun atau 5,2%. 

Baca Juga: IHSG Ambyar 2,12% Dengan Net Sell Tebal, Saham-Saham Ini Masih Melesat Tinggi

Hal serupa juga terjadi di industri dana pensiun. Pada akhir 2022, porsi penempatan institusi dana pensiun mencapai Rp 28,68 triliun atau 0,9%. Pada Januari 2025, tinggal tersisa Rp 24,88 triliun atau 0,7% dari total nilai kepemilikan investor lokal. 

Pergeseran instrumen investasi juga dialami oleh Dana Pensiun BCA.Direktur Utama Dana Pensiun BCA Budi Budi Sutrisno bilang pihaknya sudah melakukan penurunan alokasi di instrumen saham dan reksadana dalam beberapa tahun terakhir.

“Ini sebabkan oleh penurunan imbal hasil di pasar modal, yang selaras dengan pelemahan indeks saham dan arus keluar investor asing,” jelasnya kepada Kontan, Kamis (6/2). 

Budi bilang pengurangan porsi investasi pasar saham dan reksadana juga menjadi langkah mitigasi risiko oleh Dana Pensiun BCA akibat volatilitas pasar yang lebih tinggi. 

“Dengan risiko volatilitas pasar saham, kami menghindari eksposur besar ke saham karena fluktuasi harga yang tinggi, terutama di tengah ketidakpastian global,” kata dia. 

Selain ini, penurunan komposisi ini juga merupakan langkah Dana Pensiun BCA untuk menaati regulasi OJK untuk menaruh minimal 30% dari total investasi ke instrumen SBN. 

Tentu, untuk menaati aturan tersebut ada porsi di instrumen investasi lainnya yang mengalami perubahan. Adapun instrumen terbesar Dana Pensiun BCA saat ini ada di SBN sebanyak 36,76%. 

Baca Juga: Rekomendasi Teknikal Saham SMRA, AMMN, BRPT Untuk Perdagangan Jumat (7/2)

Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyampaikan memang tren penyusutan alokasi investasi di pasar saham oleh industri asuransi dan dana pensiun sudah terjadi cukup lama. 

Hal itu dipengaruhi oleh kinerja IHSG yang cenderung stagnan dalam lima tahun terakhir. Menurutnya, ini membuat institusi yang profil investasinya rendah cenderung menghindari pasar saham. 

“Pemain di industri asuransi dan dana pensiun yang bukan risk taker akan lebih memilih menempatkan dananya ke instrumen yang lebih aman, yaitu SBN atau bahkan deposito,” jelas Wawan.

Dia bilang memang pada dasarnya pasar saham Indonesia tidak menarik, makanya investor institusi memili cabut. Terlebih pasar saham Indonesia memiliki risiko yang tinggi.  

CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo justru menambahkan untuk saat ini, IHSG bergerak sideways atau flat karena investor sedang berada di posisi wait and see mencermati sentimen global. 

“Sentimen eksternal dari Amerika Serikat (AS) dan China, serta kebijakan pemerintahan baru di Indonesia yang membuat investor fokus untuk imbal hasil jangka pendek di pasar saham,” katanya. 

Pasalnya, saat ini pasar saham dipenuhi oleh ketidakpastian. Terlebih setelah Presiden AS Donald Trump menerapkan kebijakan tarif impor yang bisa memicu perang dagang. 

Perlu Dorongan Otoritas

Praska menilai untuk bisa menggaet kemarin investor institusi, pemerintah maupun otoritas terkait harus bisa mendorong perekonomian Indonesia. Setidaknya harus tetap stabil. 

“Perekonomian Indonesia yang resiliensi dan optimisme outlook suku bunga acuan yang melandai di 205 dapat memicu optimisme pelaku pasar akan kuatnya pasar saham Indonesia,” ucap dia. 

Sementara, Wawan menilai pemerintah perlu memberikan kejelasan dan insentif kepada pelaku industri. Misalnya yang terbaru soal perubahan Undang-Undang tentang BUMN. 

Melalui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2023 tentang BUMN Pasal 4B disebutkan bahwa keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN, bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara.

Baca Juga: Kompak, Harga Saham BMRI, BBNI, dan BRIS Terjun pada Penutupan Bursa Kamis (6/2)

Wawan mencermati saat ini, khususnya institusi milik BUMN tidak sedikit yang sahamnya nyangkut. Dengan angin segar RUU ini, diharapkan bisa meningkatkan likuiditas di pasar saham. 

“Dengan adanya cut loss ada peluang baru dari asuransi dan dana pensiun untuk bisa merelokasi ke saham-saham blue chip yang sedang terkoreksi dalam,” ucapnya. 

Menurutnya, kalau perusahaan asuransi dan dana pensiun pemerintah bisa melakukan cut loss kerugiannya bisa semakin terukur. Kalau tidak bisa cut loss, kerugian bisa semakin besar. 

“Kalau misalkan cut loss, misalkan, maksimal turun 10% akan berhenti di sana. Namun kalau tidak boleh cut loss, kerugiannya bisa terus membesar hingga 50%,” kata Wawan. 

Selanjutnya: Prospek Mata Uang Komoditas Lesu di 2025

Menarik Dibaca: Vida Meluncurkan Teknologi Autentikasi Generasi Berikutnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×