Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinilai masih kurang bertenaga meski sempat beberapa kali mencetak rekor tertinggi baru (all time high/ATH) pada September 2025.
Lemahnya fundamental IHSG terlihat dari aksi jual investor asing yang terus berlanjut. Hingga akhir perdagangan Jumat pekan lalu, investor asing tercatat melakukan net sell Rp 56,93 triliun sejak awal tahun atau secara year to date (ytd).
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menilai secara historis IHSG di kuartal IV kerap mencatat kinerja positif.
Baca Juga: Antisipasi Rilis Kinerja Emiten dan Aksi Window Dressing, Cek Saham Pilihan Analis
Rata-rata, IHSG naik 1% pada Oktober, cenderung stagnan pada November, dan menguat 2,3%-3,1% pada Desember. Kombinasi ini menghasilkan return kuartalan 2%-4% dengan rata-rata sekitar 3%.
“Tradisi window dressing tetap menjadi pendorong utama IHSG menjelang akhir tahun,” kata Liza dalam risetnya, Jumat (3/10/2025).
Menurut Liza, IHSG juga sudah mendapat katalis positif dari stimulus ekonomi, injeksi likuiditas perbankan, tren penurunan suku bunga, serta rebalancing MSCI.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, sependapat bahwa IHSG masih berpeluang menguat di sisa tahun. Faktor pendorong utamanya adalah window dressing dan rilis kinerja kuartalan emiten, khususnya bank besar.
Baca Juga: IHSG Menuju 8.600, Apa Strategi Investor di Tengah Reli Rapuh?
“Dengan tambahan sentimen global, terutama jika The Fed memangkas suku bunga di Oktober dan Desember, potensi window dressing pada akhir tahun ini semakin besar,” jelas Nico.
Kinerja emiten pada kuartal IV-2025 akan menjadi penentu kekuatan IHSG. Saham-saham unggulan (blue chips) berpeluang kembali bangkit jika terlihat perbaikan kinerja.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, memperkirakan emiten bank big caps seperti BBCA dan BBNI akan mencatatkan laba positif secara kuartalan, ditopang perbaikan net interest margin.
Baca Juga: Mid Caps Jadi Incaran, Analis Beberkan Strategi Jitu Sambut Window Dressing
Namun, Nico mengingatkan bahwa perbaikan kinerja tetap bergantung pada sektor, fundamental, dan valuasi masing-masing emiten. “Jika kenaikan harga saham blue chips sudah terlalu tinggi, perlu diwaspadai agar tidak berbalik turun,” ujarnya.
Untuk strategi trading, Liza merekomendasikan saham JPFA dengan target harga Rp 2.330, ICBP Rp 11.450, dan SSMS Rp 2.400 per saham. Selain itu, BBRI dengan target Rp 4.720 dan BMRI Rp 6.300 per saham.
Selanjutnya: 5 Keuntungan Jadi Highly Sensitive Person, Orang Paling Peka dan Sensitif
Menarik Dibaca: 5 Keuntungan Jadi Highly Sensitive Person, Orang Paling Peka dan Sensitif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News