Reporter: Yuliana Hema | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa atau All Time High (ATH) terbaru. IHSG menutup perdagangan Kamis (9/10/2025) dengan melesat 1,04% ke level 8.250,93.
Sebenarnya pada intraday perdagangan Kamis (9/10), IHSG sempat mencapai titik tertingginya di 8.272,83. Sepanjang hari, nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp 30,27 triliun.
Direktur Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, walaupun kondisi IHSG mencapai rekor, tetapi kenyataannya penguatan ini tidak dicicipi secara merata oleh semua golongan investor.
“Buktinya, saham berkapitalisasi besar masih banyak minus. Tak hanya itu, kinerja reksadana saham juga masih minus,” jelas Parto kepada Kontan, Kamis (9/10/2025).
Baca Juga: IHSG Berpeluang Lanjut Menguat, Cek Rekomendasi Saham Pilihan untuk Besok (10/10)
Ambil contoh, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang terkoreksi 21,96% secara year to date per Kamis (9/10). Kemudian ada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang melemah 5,39%.
Menurutnya, saham yang naik dan valuasi tinggi mungkin saja karena harga sahamnya dijaga oleh pihak yang berkepentingan, apalagi menjelang akhir tahun ada potensi window dressing.
Teguh Hidayat, Pengamat Pasar Modal & Direktur Direktur Avere Investama mencermati, kenaikan IHSG dikendalikan oleh saham-saham yang “digoreng” alias dimanipulasi bukan murni karena mekanisme pasar.
“Acuan yang bisa digunakan untuk saat ini indeks LQ45 karena isinya bukan saham-saham yang aneh dan perusahaan sebesar seperti BBCA, BBRI dan BMRI,” ucapnya.
Memang kalau dibandingkan kinerja indeks LQ45 justru berbanding terbalik dengan IHSG. Sepanjang tahun berjalan ini, indeks LQ45 ini turun 3,21%. Padahal, di periode yang sama, IHSG justru telah melesat 16,54%.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Optimistis IHSG Bisa Terus Menguat To The Moon
Dalam hitungan Teguh, jika mengesampingkan saham-saham yang “digoreng” itu seharusnya posisi IHSG sama dengan indeks LQ45. Bahkan seharusnya, IHSG hanya berada di kisaran 5.000.
Dia menilai aksi “goreng” saham ini lah yang turut membuat investor asing cabut dari pasar modal Tanah Air. Per Kamis (9/10/2025), investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 54.220,27 triliun.
“Dulu tidak ada seperti ini, IHSG seperti dipaksakan naik ke 8.000. Ini membuat investor asing gerah, makanya saham seperti BBCA terus turun,” tutur Teguh.
Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi menjelaskan kalau saham-saham dengan volatilitas ekstrem dan tidak wajar dibersihkan, kemungkinan level wajar IHSG akan sedikit lebih rendah dari posisi saat ini.
Dia memproyeksikan mungkin IHSG akan berada di level 7.800–7.900. Ini karena bobot terbesar dalam perhitungan IHSG masih dipegang oleh saham-saham blue chip yang pergerakannya dipengaruhi oleh fundamental.
Di tengah lonjakan IHSG, Lanjar menyarankan investor untuk tidak menempatkan semua dana investasi sekaligus. Jika ingin masuk, investor dapat menerapkan strategis Dollar Cost Averaging (DCA) untuk memitigasi risiko.
“Daripada ikut-ikutan spekulasi di saham "gorengan", lebih baik fokus pada saham-saham dengan fundamental kuat, rekam jejak kinerja bagus, dan valuasi yang masih masuk akal,” jelasnya.
Sementara, Parto menilai investor harus mengacu pada fundamental terlebih dahulu. Selain itu, investor juga bisa mencari sektor defensif, yang produknya dibutuhkan terus oleh masyarakat.
“Selain itu, saham yang membagikan dividen konsisten dan besar misalnya yield di atas 5% dan memiliki potensi pertumbuhan atau cerita prospek ke depannya,” kata Parto.
Selanjutnya: Krakatau Steel (KRAS) Minta Bantuan US$ 500 Juta dari Danantara, Ini Tujuan&Dampaknya
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Kolagen untuk Rambut Sehat dan Kuat, Cari Tahu Yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News