Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Setelah dinanti-nanti, akhirnya pengumuman investment grade dari Standard and Poors resmi dirilis. Indonesia mendapat peringkat utang layak investasi dari lembaga internasional ini.
Sejak resmi diumumkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun meroket. IHSG sempat menyentuh level tertinggi pada 5.820,24. Kemudian, saat penutupan perdagangan saham pada Jumat (19/5), IHSG sedikit berbalik arah ke level 5.791,88 atau naik 2,59%.
Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang menyatakan momentum kenaikan tersebut dimanfaatkan oleh asing untuk melakukan sell on strength. Sebab, kenaikan S&P tersebut sudah diantisipasi sejak awal tahun, dengan masuknya asing pada waktu itu. "Nilainya secara year to date itu kurang lebih sampai Kamis (18/5), net buy sekitar 27,9 triliun, hampir 28 triliun," katanya.
Setelah mereka masuk, kini mereka melakukan net sell. Nah, pekan depan dia melihat akan tetap ada aksi profit taking dari investor. Selain akan ada aksi profit taking pada pekan depan, dia memprediksi IHSG bisa berada di range support 5.725 dan resistance 5.850.
Dia melihat kini sudah tidak ada sentimen yang kuat untuk menjadi alasan asing melakukan net buy. Bahkan, bila kenaikan lagi, mereka akan tetap melakukan net sell. "Karena dengan rekor setinggi itu, boleh dikatakan sudah mahal," ujarnya.
Sementara itu, analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menyatakan market bereaksi positif karena kabar dari S&P. Untuk jangka pendek, dia menilai ada dua kemungkinan market naik. Yakni karena berita positif dan profit taking baik dari investor lokal maupun asing.
"Tapi untuk jangka panjang ini sangat positif bagi IHSG karena level harganya bisa terus naik. secara historikal kenaikan rating akan membuat capital market positif dalam jangka panjang," kata Aditya kepada KONTAN, Jumat (19/5).
Dia menyatakan, indeks IHSG pekan depan bisa berada di level resistance 5.750 dan support 5.950.
Franky Rivan analis Mirae Asset Sekuritas menyatakan peringkat dari S&P tersebut juga akan memberikan dampak pada obligasi di Indonesia. Bahkan, obligasi yang paling awal akan terkena dampaknya. Sebab, akan masuk ke bonds terlebih dahulu. "Ketika makin diburu, yield kita akan turun dan harga obligasi akan naik," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News