Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasar saham global kemarin ditutup menghijau. Namun sejatinya bursa saham dunia, termasuk Indonesia, bergerak dalam tren menurun di awal tahun ini. Ketidakpastian pasar saham dipicu oleh pelambatan ekonomi dunia, terutama Tiongkok.
Di saat yang sama, harga minyak mentah dan batubara terkoreksi tajam akibat seretnya permintaan dan berlimpahnya pasokan. Mengacu data Bloomberg, indeks MSCI Global menyusut 6,08% sejak awal tahun ini.
Jadi, indeks global umumnya merosot. Pasar Asia juga salah satu kawasan yang terkoreksi cukup dalam. Indeks MSCI Asia Pasifik telah merosot 8,52% sejak awal tahun.
Meski bursa Asia ambles, untungnya pasar saham Indonesia tidak ikut terperosok dalam. Sejak awal tahun hingga kemarin (13/1), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia hanya menyusut 1,22%.
Kinerja IHSG di awal tahun ini termasuk yang paling bagus di Asia, bahkan di pasar global. Silakan bandingkan dengan Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang sudah merosot sekitar 5%. Bahkan, IHSG jauh lebih baik ketimbang indeks Shanghai yang sudah anjlok lebih dari 16% sejak awal tahun.
"IHSG tak jatuh terlalu dalam. Koreksi pasar kita lebih ringan dibandingkan bursa lain, karena saya lihat aktivitas pemodal asing di sini masih sedikit," ujar Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, kemarin.
Dia melihat pola investor Indonesia berbeda dengan investor di bursa lain. Saat ini investor Indonesia optimistis terhadap saham lapis kedua yang mendukung proyek pemerintah.
Satrio memprediksi, pergerakan IHSG dalam jangka pendek memang berpotensi menguat. Namun dalam tren jangka menengah belum dapat diprediksi karena masih masa konsolidasi.
Menurut dia, jika di pertengahan tahun ini indeks berada di 4.635, maka tren positif terus terjadi hingga akhir tahun nanti.
Hal senada disampaikan Lucky Bayu Purnomo, analis LBP Enteprise. "Hang Seng dan Nikkei jauh lebih volatil atau fluktuasinya lebih tinggi dibandingkan IHSG," ujar dia.
Untuk jangka pendek, IHSG masih berpeluang menguat, apalagi didukung ekspektasi publik terhadap program pemerintah. Posisi IHSG di pasar ASEAN juga masih jauh lebih baik.
Lucky menilai, peluang meraih untung di bursa domestik, khususnya untuk jangka menegah dan panjang, masih menarik. "Jangka pendek 70% berpotensi menguat dan 30% menurun," kata dia.
Sentimen global menjadi faktor penekan indeks. Misalnya turunnya harga minyak hingga menyentuh level US$ 30 per barel, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed dan kontraksi perekonomian Tiongkok.
Namun Lucky optimistis, dengan skenario harga minyak anjlok ke US$ 25 per barel, posisi terburuk indeks tahun ini tidak akan mencemaskan, yakni di kisaran 4.400.
"Ruang penurunannya sudah tidak besar, karena penurunan tajam sudah terjadi di akhir tahun lalu," kata dia.
Muhammad Al Amin, analis Millenium Danatama Sekuritas, mengatakan, secara teknikal di jangka pendek IHSG bisa menguat terbatas. "Support di 4.517 dan resistance berada di level 4.556," prediksi Amin.
Hari ini ia menyarankan investor memperhatikan pengumuman BI rate, apakah naik atau turun. Dalam jangka menengah, pasar masih menunggu laporan keuangan emiten di 2015, yang dirilis kuartal satu ini.
Tapi jangka panjang, hingga akhir tahun indeks berpotensi ke level 5.265. Di jangka menengah, indeks akan cenderung bergerak moderat. Setelah rilis laporan keuangan, indeks saham berpotensi menanjak karena ekspektasi ekonomi mulai membaik.
"Pemodal asing akan masuk, tapi belum terlalu besar, mereka masih menahan diri," tutur Amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News