Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi akan menguat pada perdagangan pekan depan. IHSG diperkirakan akan berada pada level support 6.263 sampai 6.219. Sementara, level resistance akan berada di 6.337 sampai 6.348. Tapi, investor bisa jual dulu karena kenaikan yang sudah tinggi.
"Pelaku pasar kami rekomendasikan melakukan sell on strength atau jual ketika menguat mengantisipasi koreksi akibat kenaikan yang sudah cukup tinggi," kata Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Sabtu (4/12).
IHSG pekan depan masih akan dipengaruhi oleh kesepakatan perdagangan fase 1 antara Amerika Serikat (AS) dan China yang direncanakan akan berlangsung pada 15 Januari 2019. Optimisme atas kesepakatan ini tercermin dari produksi pabrik dan aktivitas manufaktur di China tumbuh selama dua bulan berturut-turut. Selain itu Indeks Dow Jones mencetak rekor tertinggi.
Baca Juga: IHSG turun tipis sepekan lalu, berpeluang menguat pekan depan
Menurut Hans Kwee, sentimen positif ini hanya euforia sesaat. Sehingga, dia menyarankan pelaku pasar tetap waspada dan sell on strength. Untuk pasar keuangan, pelonggaran kebijakan moneter bank sentral China menjadi katalis positif. Bank sentral China menurunkan rasio pencadangan sehingga melepaskan likuiditas perbankan sekitar 800 miliar yuan untuk menopang perlambatan ekonomi yang terjadi di negara itu.
China juga akan menggunakan suku bunga pinjaman sebagai patokan baru untuk menentukan suku bunga mengambang. Hal ini akan menurunkan biaya pinjaman sehingga mendorong pertumbuhan.
Secara global, perhatian pasar masih akan tertuju pada kelanjutan kesepakatan Brexit. Sebelumnya, pemilu Inggris dianggap akan memperlancar jalan Inggris keluar dari Eropa. Pasar masih menantikan kemampuan Inggris mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa.
Selain itu, perhatian pasar juga tertuju pada memanasnya keadaan di Timur Tengah. Kekhawatiran akan terjadi konflik diprediksi akan menaikkan harga komoditas minyak.
Baca Juga: Bursa Saham Kering di Musim Hujan premium
Sementara dari domestik, pasar akan dipengaruhi oleh inflasi tahunan 2019 yang tercatat 2,72%. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 2018 yang sebesar 3,13% dan tahun 2017 yang sebesar 3,61%.
"Rendahnya angka inflasi di satu sisi memberi ruang bagi Bank Indonesia melanjutkan penurunan suku bunga, apalagi bila angka pertumbuhan terus mengecewakan," kata Hans.
Akan tetapi, rendahnya inflasi juga bisa menjadi pertanda perlambatan ekonomi yang kemungkinan akan tumbuh 4,9% sampai 5,04%. Inflasi yang rendah juga mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat.
Baca Juga: Usai IPO, Ini Sederet Rencana Ekspansi dan Strategi Asia Sejahtera Mina (AGAR)
Asal tahu saja, di awal tahun 2020 transaksi di pasar relatif sepi. Hal ini karena investor masih dalam masa berlibur. Selain itu, banjir yang terjadi di beberapa titik di Jakarta juga menurunkan aktivitas transaksi. Banjir telah memadamkan aliran listrik di beberapa wilayah, gangguan koneksi internet, serta arus transportasi yang tidak lancar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News