kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hingga akhir tahun 2020, ada 17 emiten yang belum penuhi ketentuan free float 7,5%


Senin, 01 Maret 2021 / 13:48 WIB
Hingga akhir tahun 2020, ada 17 emiten yang belum penuhi ketentuan free float 7,5%
ILUSTRASI. Pekerja beraktivitas di gedung kantor Bursa Efek Indonesia, kawasan SCBD, Jakarta, Senin (5/10/2020).


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, ada 17 emiten yang belum memenuhi ketentuan free float minimum 7,5% per 31 Desember 2020. Jumlah tersebut termasuk perusahaan tercatat yang sedang dalam proses penghapusan pencatatan secara sukarela alias voluntary delisting.

Sebanyak 17 emiten tersebut setara dengan 3% dari total 716 perusahaan tercatat di BEI. Dengan begitu, sebanyak 696 emiten (97%) telah memenuhi ketentuan minimum kepemilikan pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama serta ketentuan minimum jumlah pemegang saham. 

Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, hingga saat ini, terdapat sembilan emiten yang sedang dalam proses mematangkan rencana pemenuhan ketentuan free float minimum 7,5%. "BEI senantiasa melakukan pembinaan dalam bentuk permintaan penjelasan dan/atau dengar pendapat untuk mengetahui dan mendengar hambatan dan rencana perusahaan tercatat untuk memenuhinya," tutur Nyoman kepada wartawan melalui pesan singkat, Senin (1/3).

Baca Juga: BEI berharap penghapusan kode broker bisa cegah aksi goreng saham

Selain itu, BEI juga terus menyosialisasikan alternatif aksi korporasi yang dapat dilakukan oleh emiten untuk memenuhi ketentuan minimum free float. Sosialisasi tersebut dilanjutkan dengan pendampingan dan konsultasi teknis agar tindakan korporasi dapat dilakukan dengan lancar.

"Namun demikian, apabila perusahaan tercatat belum juga dapat memenuhi ketentuan hingga waktu yang ditetapkan, maka BEI mengenakan sanksi atas tidak terpenuhinya ketentuan tersebut dengan periode pemantauan setiap tiga bulanan," ungkap Nyoman.

Dalam rangka mempertebal likuiditas pasar melalui peningkatan jumlah saham yang dimiliki publik, BEI juga secara intensif menjalin komunikasi dengan Direktorat Jenderal Pajak agar turut memberikan insentif. Hasilnya, Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.

Baca Juga: BEI buka lagi perdagangan saham MARI, BVIC, FORU pada Senin (3/1)

Beleid ini memberikan penurunan tarif pajak penghasilan sebesar 3% lebih rendah daripada tarif bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap Biasa.

Untuk mendapatkan tarif tersebut, perusahaan tercatat wajib memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya harus memiliki minimal 300 pemegang saham dan kepemilikan saham masing-masing tidak lebih dari 5%. BEI berharap, insentif dari pemerintah dapat mendorong emiten untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kepemilikan saham publiknya.

Selanjutnya: Untuk cooling down, BEI suspensi saham GDYR, BBHI, BGTG pada Senin (1/3)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×