Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga beberapa instrumen investasi seperti emas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan obligasi, jadi ruang bagi investor untuk lebih wait and see. Di samping itu, investor juga bisa mulai melakukan rebalancing pada portofolio.
Ketua Tim Pengelola Investasi PT Kresna Asset Management Teddy Atmadja mengatakan, saat ini sebaiknya investor wait and see. Namun, apabila sudah memiliki portofolio sebelumnya, portofolio di luar instrumen pasar uang sebaiknya di-rebalancing menjadi 50% obligasi dan 50% ekuitas.
"Ini karena, laporan keuangan kuartal II-2020 perusahaan belum sepenuhnya dirilis. Selain itu, investor juga perlu memantau perkembangan indikator makro ekonomi Indonesia," kata Teddy kepada Kontan.co.id, Kamis (29/7).
Baca Juga: Harga emas naik tinggi, investor bisa melirik aset yang lebih murah
Selanjutnya, Teddy masih merekomendasikan beberapa instrumen investasi yang masih layak dikoleksi. Salah satunya adalah saham-saham yang memiliki catatan kinerja baik di kuartal II-2020. Selain itu, ada juga reksadana pendapatan tetap yang dinilai layak dilirik hingga akhir tahun.
Di sisi lain, beberapa aset yang dinilai berpotensi turun dalam jangka pendek adalah saham, khususnya saham emiten yang terdampak buruk pandemi Covid-19 misalnya sektor properti, transportasi terutama penerbangan, restoran, food and beverage, dan lain-lain. "Untuk valuasi masing-masing aset, terlalu banyak ketidakpastian, sehingga sulit untuk divaluasi," jelas Teddy.
Ke depan, Teddy mengatakan dengan harapan ekspektasi akan terjadi V-shape di pasar modal, maka saham tetap menjadi primadona. Sedangkan instrumen obligasi adalah instrumen yang memiliki korelasi negatif dengan saham sehingga dapat menjadi pilihan diversifikasi yang baik.
Baca Juga: Pandemi mulai mengganggu laba perbankan
"Untuk komoditi seperti emas dan mata uang asing dimana harganya sudah tinggi saat ini, sebenarnya lebih sesuai bagi trader. Namun bukan saat yang baik bagi investor retail, karena biaya transaksi yang besar dan potensi upside yang tidak sebanding lagi dengan risiko yang dihadapi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News