Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Efek devaluasi mata uang yuan China (CNY) menjalar ke pasar mata uang Asia. Akibatnya, nilai tukar rupiah kian terpuruk di hadapan dollar AS. Pelemahan mata uang Garuda diperkirakan masih berlanjut, hari ini.
Kemarin (11/8), di pasar spot, rupiah tumbang 0,42% ke level Rp 13.607 per dollar AS. Ini posisi paling murah sejak Agustus 1998. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, rupiah melemah tipis 0,03% menjadi Rp 13.541 per dollar AS.
Research and Analyst Divisi Tresuri BNI Trian Fathria mengatakan, mayoritas mata uang di Asia terimbas penurunan nilai mata uang China oleh People's Bank of China. Devaluasi demi mendongkrak perekonomian Negeri Panda. Efeknya, pelaku pasar menilai, perekonomian negara-negara dengan aset berisiko, seperti Indonesia sangat rawan. "Di sisi lain, dollar AS semakin menjadi primadona, sehingga rupiah semakin tertekan," ujarnya.
Lagipula, pelemahan yuan secara tidak langsung akan membuka ruang keunggulan rupiah. Hal ini bisa berefek buruk bagi ekspor Indonesia ke Tiongkok.
Analis Esandar Arthamas Berjangka Tonny Mariano menduga, efek devaluasi yuan masih akan menyeret jatuh rupiah hari ini (12/8). Apalagi, eskpor Indonesia ke Tiongkok sedang turun, karena China membatasi permintaan impor.
Jika valuasi rupiah tinggi di hadapan yuan, ekspor Indonesia akan semakin turun. "Tanpa isu yuan, rupiah sudah tersandera penguatan dollar," tuturnya. Tonny menduga, hari ini, rupiah rentan melemah ke kisaran Rp 13.500-Rp 13.650 per dollar AS.
Trian melihat, pelemahan rupiah bakal berlanjut. Apalagi, minim katalis dari domestik. Saat ini, hanya bisa berharap intervensi BI bisa menjaga rupiah. Ia menebak, rupiah bergulir antara Rp 13.590-Rp 13.650 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
