Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rupiah semakin tak berdaya di hadapan dollar Amerika Serikat (AS). Mengacu data Bloomberg, Selasa (11/8) di pasar spot rupiah terpuruk ke Rp 13.607 per dollar AS atau 0,41% dari penutupan hari sebelumnya Rp 13.551 per dollar.
"Langkah pemerintah China melakukan devaluasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS memberi kontribusi besar terhadap penurunan nilai tukar di kawasan Asia, termasuk rupiah," ujar analis Pasar Uang Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto dikutip dari Antara.
Kebijakan China mendevaluasi mata uangnya, papar Rully, bertujuan mendorong ekspornya yang tertekan lesunya permintaan akibat melambatnya perekonomian global.
Di saat mendapat gempuran dari sentimen negatif dari eksternal, tak ada internal yang bisa menopang mata uang Garuda. Pada awal semester kedua 2015 ini belum ada sentimen maupun data yang positif yang bisa menyokong rupiah untuk kembali bergerak ke area positif.
Alih-alih mendukung, data ekonomi dan berbagai perkembangan dalam negeri justru merapuhkan otot rupiah. "Mulai dari data ekonomi semester kedua 2015 yang melambat hingga maraknya isu rencana perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja, menambah sentimen negatif bagi mata uang domestik," katanya.
Di tengah situasi seperti itu, menurut Rully Arya Wisnubroto, Bank Indonesia juga tidak akan terlalu aktif melakukan intervensi karena dampaknya akan negatif terhadap cadangan devisa Indonesia.
"Tekanan pada hari ini cukup tinggi, akan cukup sulit bagi BI melakukan intervensi, kalaupun ada intervensi dalam intensitas sedang," katanya.
Rully mengharapkan penyerapan anggaran belanja modal dan barang pada semester kedua ini dapat lebih baik, sehingga memberikan harapan kepada pasar bahwa pembangunan infrastruktur akan lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.
Sementara itu, berdasar kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (11/8) nilai tukar rupiah juga melemah menjadi Rp13.541 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.536 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News