Reporter: Namira Daufina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Isu fundamental yang masih dominan jadi pendongkrak utama terbangnya harga timah. Mengutip Bloomberg, Selasa (8/11) pukul 11.43 WIB harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange merangkak unggul 0,40% ke level US$ 21.932 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Ini merupakan level harga tertingginya sejak Agustus 2016. Sementara dalam sepekan terakhir harga sudah melesat 5,18%.
Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka menjelaskan naiknya surplus neraca perdagangan China jadi katalis terbaru yang menopang laju harga timah. Dilaporkan oleh Customs General Administration of China surplus neraca perdagangan China Oktober 2016 melambung dari 278 miliar yuan atau setara US$ 42 miliar menjadi 325 miliar yuan atau US$ 49,1 miliar yuan.
“Setelah data manufaktur yang positif, kini neraca perdagangan juga memberikan harapan bahwa ekonomi China membaik seperti harapan pasar,” jelas Ibrahim. Sebagai salah satu konsumen utama logam industri, fakta ekonomi ini membuat harga komoditas seperti timah ikut merasakan imbas positifnya.
Tidak hanya itu, dengan ketatnya aturan ekspor timah di Indonesia yang harus melalui bursa resmi juga masih membayangi pergerakan harga. Dengan terbatasnya pasokan timah dari salah satu produsen terbesarnya pasar mengkhawatirkan akan terjadi defisit timah di pasar global. Dugaan BMI Research, permintaan timah masih besar terutama dari China, Taiwan, Korea Selatan, dan AS.
BMI Research memberikan contoh, total pengeluaran konsumen di Korea Selatan untuk elektronik sepanjang 2016 – 2020 akan tumbuh sekitar 2,0% setiap tahunnya.
Seperti yang kita ketahui, timah banyak digunakan untuk elektronik, manufaktur hingga produk kimia. Berdasarkan fakta fundamental yang kinclong ini Ibrahim menduga Rabu (9/11) harga timah masih berpotensi naik lagi.
“Hanya perlu mewaspadai gejolak dari pemilu Presiden AS yang berlangsung Selasa (8/11) dan raihan pollingnya untuk beberapa saat ke depan,” tebak Ibrahim.
Jika nantinya ada sinyal Donald Trump memenangkan pemilu, maka ada kans harga timah terkoreksi akibat kekhawatiran pasar akan gejolak ekonomi membuat dana cenderung lari ke safe haven dan meninggalkan komoditas.
Walau di sisi lain, jika Trump menang, USD jelas akan tergerus dan ini jadi kesempatan bagi timah dan komoditas lainnya untuk terbang lagi. “Apalagi ditambah dengan fundamental timah yang bagus,” papar Ibrahim.
Di sisi lain, jika Hillary Clinton yang menang, bukan tidak mungkin harga terkoreksi, meski diduga tidak akan menembus ke bawah US$ 20.000 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News