Sumber: KONTAN | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Taisho Pharmateutical bersiap menggelar penawaran terbuka (tender offer) saham PT Bristol Myers Squibb Indonesia Tbk (SQBI) milik publik. Perusahaan farmasi asal Jepang itu berniat memborong saham SQBI seharga Rp 144.790 per saham.
Begitulah isi penjelasan Taisho kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin. Produsen obat terbesar ketiga di Jepang ini akan menggelar tender offer saham SQBI mulai 25 November hingga 3 Desember 2009. Bahana Securities bertindak sebagai broker pelaksana tender offer.
Tawaran harga tender offer dari Taisho sama dengan harga harga akuisisi SQBI. Tawaran tersebut sekitar 163% dari harga saham SQBI di pasar saat ini yang hanya sebesar Rp 55.000 per saham.
Saat ini jumlah saham SQBI milik pemegang saham publik terisa 207.750 saham atau setara 2,03% saham perusahaan obat di Indonesia itu. Taisho berniat memborong seluruhnya. Jadi, Taisho harus menyediakan Rp 30,08 miliar untuk keperluan tender offer.
Pelaksanaan tender offer merupakan konsekuensi atas akuisisi SQBI oleh Taisho. September 2009, Bristol Myers Squibb Company, selaku pengendali SQBI, menjual 10.032.250 unit atau 97,97% total saham SQBI yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) kepada Taisho.
Taisho membayar pembelian ini US$ 150 juta. Produsen farmasi Jepang ini membeli 764.250 saham seri A, dan 9,2 juta saham seri B SQBI.
Pasca pelaksanaan tender offer, Taisho berencana mengubah nama SQBI menjadi PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Hingga saat ini, proses perubahan nama ini masih menanti izin Menteri Hukum dan HAM.
Akhmad Nurcahyadi, Analis BNI Securities menilai, investor publik pemilik SQBI mungkin akan antusias menjual kepemilikannya lewat tender offer. Ada dua alasan yang menjadi pemicunya.
Pertama, tawaran harga lumayan menarik. Kedua, saham SQBI tidak likuid sehingga kurang cepat memberi laba bagi investor. Tender offer ini menjadi kesempatan investor untuk meraup laba.
Akhmad menebak, Taisho mungkin akan mengeluarkan SQBI dari lantai bursa setelah tender offer. Maklum, banyak perusahaan yang tidak menginginkan dimiliki oleh banyak pemegang saham ritel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News