Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Meski terkoreksi hari ini, harga tembaga diproyeksikan bergerak dalam tren menguat hingga akhir tahun ini. Dukungan fundamental diprediksi mengangkat tembaga hingga ke level US$ 6.300 per metrik ton.
Mengutip Bloomberg, Selasa (6/12) pukul 10.20 waktu Shanghai, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun 0,8% dibanding hari sebelumnya ke level US$ 5.902 per metrik ton. Namun dalam sepekan terakhir, harga tembaga menanjak 3,5%.
Ibrahim, Direktur Utama PT Garuda Berjangka mengatakan, potensi penguatan harga tembaga dalam jangka panjang mendapat dukungan beberapa faktor fundamental. Diantaranya, rencana kenaikan belanja infrastruktur Amerika Serikat (AS) di pemerintahan Presiden Donald Trump. "Dengan naiknya anggaran di infrastruktur AS, maka permintaan tembaga untuk pembangunan properti, jembatan hingga jalan akan meningkat," kata Ibrahim.
Selanjutnya, data manufaktur China masih konsisten di atas level 50, menunjukkan adanya ekspansi. Terakhir, data Manufacturing PMI bulan November naik ke level 51,7 dari sebelumnya 51,2. Sementara, Caixin Manufacturing PMI masih di level 50,9, meski turun dari bulan sebelumnya 51,2.
Lalu data manufaktur AS yakni Final Manufacturing PMI bulan November juga naik ke level 54,1 dari sebelumnya 53,9. Pertumbuahn manufaktur versi swasta yakni ISM Manufacturing PMI naik ke angka 53,2 dari sebelumnya 51,9. Data-data ekonomi yang terus membaik menimbulkan optimisme permintaan akan terus meningkat lebih baik dari yang diharapkan.
Ibrahim optimistis, harga tembaga akan menyentuh level US$ 6.300 per metrik ton pada akhir tahun ini. "Laju penguatan tidak akan terbendung oleh kenaikan suku bunga The Fed," imbuhnya. Hanya saja, pergerakan harga tembaga kemungkinan akan fluktuatif menjelang pengumuman suku bunga The Fed pertengahan bulan ini.
Analis Citigroup memperkirakan, harga tembaga akan terdorong ke atas level US$ 6.000 per metrik ton tahun depan. Proyeksi itu berdasarkan dukungan kenaikan permintaan sektor manufaktur di negara-negara maju, sehingga mengimbangi lemahnya pertumbuhan permintaan di China.
Di tahun 2017, Ibrahim memprediksi kenaikan harga tembaga akan lebih tinggi jika program infrastruktur Trump mulai dijalankan. Demikian juga ketika OPEC mulai menjalankan kesepakatan pembatasan produksi. Maka bukan tidak mungkin harga akan melaju ke atas US$ 7.000 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News