Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sepertinya, pemerintah tak kehabisan akal untuk memenuhi target pembiayaan APBN 2008. Belum lama ini, pemerintah mengumumkan rencananya untuk menerbitkan sukuk dan ORI pada bulan September nanti. Nah, dalam waktu dekat, pemerintah juga akan menggelar lagi lelang Surat Utang Negara (SUN). Rencananya, SUN itu akan dirilis pada 26 Agustus 2008, dengan target indikatif sebesar Rp 3 triliun.
Setidaknya, ada tiga seri SUN yang bakal dilelang. Pertama, Surat Perbendaharaan Negara Seri SPN20090731 yang akan jatuh tempo pada 31 Juli 2009. Kedua, SUN seri FR0036 yang berjangka waktu sebelas tahun dan jatuh tempo tahun 2019. Ketiga, SUN FR0050 yang jatuh tempo 2038. Nominal per unit masing-masing seri SUN tersebut adalah Rp 1 juta rupiah.
Direktur Surat Berharga Negara (SBN) Direktorat Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Bhimantara Widyajala mengatakan, pemerintah memang memberi kesempatan bagi investor untuk memilih tenor yang sesuai dengan kebutuhan investasinya. "Kami berusaha menawarkan beragam tenor mulai dari jangka pendek, menengah sampai panjang," terang Bhima. Dalam penerbitan sukuk nanti, pemerintah juga sudah menyediakan jangka menengah yaitu 7 dan 10 tahun.
Meski demikian, harga SUN saat ini terus mengalami penurunan. Asal tahu saja, harga SUN yang menjadi benchmark sukuk yaitu FR0027 dan FR0048 memang terus anjlok. Selama dua pekan belakangan, SUN seri FR0027 sudah turun 3,33% dari 92,65 menjadi 89,66. Otomatis yield-nya juga ikut naik dari 11,04% menjadi 11,73%. Sementara, hal serupa juga dialami oleh SUN seri FR0048 yang berjangka waktu 10 tahun. Dalam dua pekan terakhir, harganya mengalami penurunan sebesar 3,5% dari 86,87 menjadi 83,90. Sedangkan yield-nya naik dari 11,2% menjadi 11,76%.
Selain itu, benchmark SUN berjangka waktu 30 tahun yakni seri FR0050 harganya juga turun 0.96% dari 86.87 menjadi 83.90 selama dua pekan terakhir. Sudah pasti yield-nya pun ikut naik menjadi 11,76% dari sebelumnya 11,2%.
Tak ada Faktor Fundamental yang Mempengaruhi
Sejumlah analis menilai, tidak ada faktor fundamental yang menyebabkan turunnya harga SUN. Menurut analis obligasi Mandiri Sekuritas Handi Yunianto, penurunan harga SUN kali ini disebabkan pemerintah sedang melakukan penetapan harga (pricing) untuk beberapa obligasi, terutama sukuk. “Kecenderungannya kan investor meminta yield lebih tinggi. Itu yang membuat harga SUN terus turun," kata Handi.
Hal senada juga disampaikan oleh Budi Susanto, analis obligasi PT Danareksa Sekuritas. Menurut Budi, investor memang meminta yield lebih tinggi dengan menawar di harga yang lebih rendah. "Hal itu terutama yang mengerek harga SUN benchmark terus turun," kata Budi hari ini.
Meski demikian, Budi menilai, penurunan harga SUN ini hanya sementara."Tren yield sebenarnya masih akan turun sampai akhir tahun nanti," kata Budi. Alasannya, pemerintah sudah banyak menerbitkan intrumen untuk membiayai defisit anggarannya. Mulai dari lelang-lelang SUN sebelumnya, penerbitan ORI, sukuk, bahkan sukuk dolar di bulan Oktober nanti. "Menjelang akhir tahun, pemerintah mulai bisa mendikte pasar," kata Budi.
Handi juga berpendapat sama. Menurutnya, jka investor meminta yield yang tinggi, maka semuanya akan kembali kepada keputusan pemerintah apakah mau merespon atau tidak. Jika pemerintah tidak mau memberi yield yang tinggi, dapat dipastikan, pemerintah hanya akan mengambil sedikit saja penawaran investor dengan yield rendah. “Karena sebetulnya kebutuhan pemerintah kan sudah tidak terlalu mendesak," jelas Handi. Handi bilang, posisi tawar pemerintah sekarang ini lebih bagus dibanding sebelumnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto menyatakan, saat ini pemerintah sudah berhasil mencapai 74% dari target pembiayaan APBN 2008."Kami masih harus mencari dana sekitar Rp 35 triliun lagi," ujarnya kepada KONTAN.
Handi sendiri memprediksikan, meski ada instrumen lain seperti sukuk dan ORI, lelang SUN kali ini masih akan ramai. "Karena intinya sama saja, yang dicari investor adalah yield atau imbal hasil yang diberikan masing masing instrumen," kata Handi. Hanya saja, sukuk memang akan lebih ramai karena, kali ini, institusi syariah bisa ikut ambil bagian. "Tapi saya memprediksi, obligasi konvensional masih lebih atraktif karena lebih likuid dibanding sukuk," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News