Reporter: Adi Wikanto, Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Adi Wikanto
Rekomendasi Saham - JAKARTA. Harga saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali mencapai level Auto Rejection Atas (ARA) pada Kamis 12 Oktober 2023. Lalu bagaimana sebaiknya investor bersikap? Apakah sekarang saatnya jual saham BREN atau beli lagi?
Pada perdagangan Kamis (12/10) pukul 10.49 WIB, harga saham BREN stabil di level 1.890, naik 375 poin atau 24,75% dibandingkan sehari sebelumnya. Ini adalah kenaikan harga pada batas tertinggi atau ARA hari keempat secara berurutan sejak saham BREN initial public offering (IPO) 9 Oktober 2023.
Bersamaan itu, investor masih berbondong-bondong mengantri beli saham BREN. Indo Premier Sekuritas mencatat ada antrian beli 1,6 juta lot saham BREN pada Kamis (12/10).
Dengan lonjakan harga saham BREN, nilai kapitalisasi pasar saham ini pun melonjak menjadi Rp 252,86 triliun. Jumlah tersebut mengalahkan salah satu anggota big cap, BBNI yang saat ini bernilai Rp 200,47 triliun.
Research Analyst Erdikha Elit Sekuritas Ika Baby Fransiska memandang lonjakan harga BREN dalam debutnya ini sesuai ekspektasi. Dalam skala emisi, IPO BREN terbilang jumbo dengan nominal dana terhimpun lebih dari Rp 1 triliun.
Selain itu, saham BREN pun mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 135,2 kali saat penawaran umum. Secara industri, BREN yang bergelut di bisnis panas bumi (geothermal) punya prospek yang mirip dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).
Dalam jangka panjang bisnis geothermal dinilai prospektif dengan potensi pertumbuhan compounded annual growth rate (CAGR)14%. Sebagai bagian dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT), hal lain yang memoles prospek emiten geothermal adalah kehadiran Bursa Karbon alias IDX Carbon.
"BREN secara prospek kurang lebih sama dengan PGEO, juga sama-sama diuntungkan oleh carbon credit yang nantinya bisa diperjual-belikan ke perusahaan energi misal batubara," kata Ika kepada Kontan.co.id, Senin (9/10).
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian menambahkan, prospek BREN terbilang menarik dengan aset kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) mencapai 886 Megawatt (MW). BREN pun menargetkan kapasitas terpasang PLTP mencapai 1.032 MW pada tahun 2027.
IPO BREN berada dalam momentum yang menarik, dimana sejumlah saham berbasis EBT belakangan ini menjadi incaran investor.
"Beberapa saham sempat melambung naik, misalnya saham PGEO yang jenis usahanya geothermal serupa dengan BREN," ungkap Rio.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menambahkan, katalis lain yang memoles saham BREN adalah faktor Grup Barito yang dimiliki oleh konglomerat Prajogo Pangestu. Seperti diketahui, dalam beberapa waktu belakangan ini saham-saham punya Prajogo mengalami lonjakan harga.
Tengok saja saham BRPT, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
"BREN yang dimiliki secara tidak langsung juga menjadi salah satu faktor positif bagi market, karena melihat beberapa saham Prajogo Pangestu termasuk yang baru IPO mencatatkan performa sangat baik," ungkap Felix.
Felix sepakat, kehadiran Bursa Karbon memang bisa menjadi katalis positif bagi perusahaan EBT seperti BREN. Namun, perlu dicermati juga bagaimana progres transaksi di Bursa Karbon yang sejauh ini masih relatif sepi.
Meski begitu, Felix melihat kehadiran BREN bisa membawa dampak positif bagi industri dan saham berbasis EBT. Apalagi di tengah semakin banyaknya investor yang beroritentasi pada pemenuhan aspek Environmental, Social & Governance (ESG).
"IPO BREN menambah emiten EBT yang menjadi salah satu opsi bagi para investor untuk berinvestasi di emiten berbasis ESG," kata Felix.
Walau punya prospek menarik, tapi secara valuasi Rio memberikan catatan rasio harga BREN relatif lebih tinggi dibandingkan emiten sejenis (peers).
Pada perdagangan Kamis (12/10), data RTI mencatat saham BREN memiliki PER 156,85 dan PBV 76,05. Rasio itu jauh di atas kompetitor, yakni PT Pertamina Geothermal (PGEO).
Saham PGEO yang memiliki PER 22,39 kali dan PBV 2,19 kali. Terlebih jika dibandingkan rata-rata PER emiten EBT yang sebesar 2,68 kali dan PBV di 0,35 kali.
Ika sepakat, secara valuasi BREN memang terbilang premium dibandingkan saham EBT lainnya. Sehingga, Ika menilai saham BREN bisa dipertimbangkan untuk spekulasi terlebih dulu dibandingkan dengan investasi jangka panjang.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengingatkan, di tengah pasar saham yang masih volatile, pergerakan saham emiten anyar lebih sulit untuk diprediksi. Saran Fajar, sebaiknya pelaku pasar wait and see terlebih dulu atau disiplin membatasi risiko.
Jika harga saham sudah naik tinggi, apalagi mencapai level ARA, bisa dipertimbangkan profit taking sebagian atau memakai strategi hit and run untuk saham-saham baru. "Mungkin bisa (lanjut naik) tapi hal itu akan sangat tergantung juga dengan kondisi pasar yang saat ini masih volatile," tandas Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News