kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga obligasi diprediksi tertekan pekan ini


Selasa, 24 Juli 2012 / 06:34 WIB
ILUSTRASI. Maskapai Super Air Jet


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Harga obligasi pada akhir pekan lalu menyentuh level tertinggi sepanjang bulan ini. Indeks Obligasi berdasarkan data Himpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun) menunjukkan, harga obligasi mencapai level 109,16, Jumat (20/7). Konsekuensinya, imbal hasil alias yield obligasi pemerintah pun turun.

Jika merujuk data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), penurunan yield pada pekan lalu berkisar antara 1,2 basis poin (bps) hingga 5,5 bps.

Sekretaris Perusahaan IBPA Tumpal Sihombing mengatakan, penurunan yield terjadi berkat imbas positif dari keputusan lembaga pemeringkat utang Moody’s Investors Service. Pekan lalu, lembaga ini mempertahankan peringkat utang Indonesia di level Baa3 dengan prospek stabil. Moody\'s menilai, kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih stabil.

IBPA mencatat, sejak awal tahun atau year to date, tingkat keuntungan atau kenaikan harga indeks Surat Utang Negara (SUN) mencapai 6,3%. "Ini juga terdorong dari masuknya dana asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Investor asing diperkirakan mengejar target kenaikan harga obligasi sampai akhir bulan Juli, lalu merealisasikan keuntungan menjelang Agustus," katanya, Senin (23/7).

Asing keluar sementara

Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan RI, kepemilikan asing di pasar SBN mencapai Rp 233,42 triliun per Jumat (20/7). Jumlah itu meningkat atau naik Rp 1,46 triliun dibandingkan posisi pada hari sebelumnya. Kalau dibandingkan dana asing di akhir bulan lalu yang sebesar Rp 224,42 triliun, jumlah dana asing yang masuk telah bertambah 4,01%.

Meski demikian, kenaikan harga obligasi tidak dibarengi dengan peningkatan total volume perdagangan. Pada akhir pekan lalu, volume perdagangan turun 12,1% dari Rp 9,9 triliun menjadi Rp 8,7 triliun. Seri benchmark FR0058 masih menjadi seri obligasi teraktif ditransaksikan dengan total volume mencapai Rp 2,7 triliun.

Para analis memperkirakan, setelah reli sepanjang pekan lalu, harga obligasi negara akan kembali terkoreksi dan bergerak terbatas pada pekan ini.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menduga, pada pekan ini harga obligasi akan kembali terkoreksi. Handy khawatir, investor asing akan kembali menarik dananya di pasar SBN dan membuat harga SUN terkoreksi. "Masalah Spanyol telah membuat yield obligasi negara tersebut naik di atas 7%. Apalagi, saat ini nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah kembali menguat," katanya.

Dia juga menilai, saat ini yield obligasi pemerintah sudah cukup rendah serta diikuti sikap investor asing yang masih wait and see. Meski demikian, dia menilai, SUN masih menawarkan imbal hasil yang cukup menarik jika dibandingkan dengan yield surat utang negera-negara lain, seperti Filipina.

Investor asing yang dinilai memiliki horizon investasi jangka panjang sudah mulai berani menempatkan dananya di instrumen obligasi bertenor panjang. Jadi, walaupun dana asing kembali keluar, koreksi tak akan terlalu besar.

Head of Debt Capital Market PT Trimegah Securities Herdi Ranuwibowo menjelaskan, awal pekan ini memang ada sentimen negatif seputar Yunani. Negara ini dikhawatirkan tak mampu memenuhi komitmen langkah-langkah penghematan sebagai syarat pencairan bailout.

Dia menduga, sentimen negatif dari Eropa itu akan terus mendesak harga obligasi untuk terkoreksi dan yield kembali naik antara 5 bps hingga 15 bps sepanjang pekan ini. Asing tampaknya sementara ini akan keluar terlebih dahulu sambil menunggu kondisi Eropa membaik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×