Reporter: Agus Triyono | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Harga nikel anjlok ke posisi terendah sejak Mei 2009. Jumat (5/7), harga nikel untuk pengiriman tiga bulan ke depan di London Metal Exchange turun 3,76% menjadi US$ 13.305 per ton. Harga logam industri ini turun 22% sejak akhir 2012 yang masih di posisi US$ 17.060 per ton.
Pasar berspekulasi bahwa krisis keuangan Eropa akan semakin menekan permintaan logam di wilayah tersebut. Tom Power, analis komoditas senior dari RJ OBrien & Associates di Chicago mengatakan kepada Bloomberg bahwa walau tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap harga logam, krisis keuangan Eropa telah melemahkan fundamental harga nikel.
Wahyu Tribowo Laksono, analis Megagrowth Futures menambahkan, harga nikel saat ini juga mendapatkan banyak tekanan dari China. Memburuknya rilis data manufaktur bulan Juni 2013 di Negeri Panda tersebut telah meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi negara itu. Hal ini dikhawatirkan akan menurunkan tingkat permintaan nikel dan komoditas logam industri lain.
Tekanan bertambah berat ketika pada saat bersamaan fundamental ekonomi Australia, salah satu negara pengekspor komoditas terbesar di dunia, memburuk. "Memburuknya ekonomi Australia menekan kurs AUD dan ikut menekan harga," katanya.
Wahyu memperkirakan, tren pelemahan harga nikel ini kemungkinan besar akan berlangsung lama. Tren pelemahan ini, secara teknikal bisa dilihat dari pergerakan grafik mingguan harga nikel. Pergerakan moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 menjauhi harga. Tren pelemahan lain, juga bisa dilihat dari posisi indikator moving average convergence divergence (MACD) yang berada di area -307.
Sementara itu, indikator relative strength index (RSI) dan stochastic yang masing- masing berada di level 38 dan 34 menunjukkan bahwa tren pelemahan harga masih akan terjadi. Walaupun, posisi ke dua indikator tersebut berada di area oversold.
Wahyu memperkirakan, sepekan ke depan, harga nikel akan melemah di kisaran US$ 13.200- US$ 14.380 per metrik ton. "Tapi, besar kecilnya pelemahan, semua tergantung hasil pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Inggris (BoE) dan rilis data tenaga kerja non pertanian Amerika Serikat," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News