Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek saham emiten produsen nikel dinilai akan kian solid di tengah kenaikan nikel. Harga nikel melonjak 100% secara intraday pada Selasa menjadi US$ 100.000 per ton di bursa LME. Bursa LME pun menghentikan perdagangan pada harga lebih dari US$ 81.000 per ton.
Selain itu, LME menyatakan belum akan membuka kembali perdagangan pasar nikel sebelum 11 Maret. Berdasarkan rumor beredar, ketua dan pendiri produsen nikel terbesar di dunia Tsingshan Holding Group, Xiang Guangda terpaksa menutup sebagian posisi short perusahaan nikel tersebut karena margin call dari perusahaan pialang China.
Xiang telah berada pada posisi short sejak akhir tahun lalu untuk melindungi kenaikan output karena keyakinan bahwa reli harga nikel. Sejak pertengahan tahun 2020 hingga akhir tahun 2021, harga nikel telah melonjak lebih dari 60% ke level US$ 20.000 per ton. Ia meyakini harga akan memudar di tahun ini.
Baca Juga: LME Hentikan Perdagangan Nikel Pasca Naik Dua Kali Lipat ke Rekor US$ 100.000 per Ton
Tapi kondisi berbalik lantaran sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia, produsen nikel utama. Efeknya harga nikel melonjak lebih tinggi lagi.
Tim riset RHB Sekuritas Andrey Wijaya, Fauzan Djamal dan Ryan Santoso dalam riset mengaku tetap yakin dan tetap optimis dengan fundamental beberapa pemain nikel Indonesia. Beberapa produsen nikel tersebut adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). "Jika harga nikel kembali normal akibat intervensi, dan persediaan tetap bertahan di level rendah serta diperparah potensi penyumbatan dalam perdagangan pasokan nikel sebagai akibat dari perselisihan Rusia-Ukraina maka harga nikel akan terus terdorong di atas level proyeksi kami US$ 22.000 per ton untuk tahun 2022-2023," papar dia dalam riset (9/3).
Menurut RHB Sekuritas, kenaikan harga tetap akan mendorong kinerja terutama pendapatan para produsen nikel. "Kami belum memperhitungkan potensi peningkatan volume penjualan dalam output dari proyek yang sedang berjalan yang dijalankan oleh ANTM dan INCO," terang Andrey dan tim riset.
Baca Juga: Booming Komoditas, Dana Asing Membanjiri Pasar Modal dan Obligasi Pemerintah
Hitungan harga nikel tersebut menurut RHB Sekuritas tidak memperhitungkan perubahan harga karena ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung. "Hal ini dikombinasikan dengan ekspektasi permintaan nikel yang cukup kuat di tahun-tahun mendatang sebagai akibat dari adopsi EV yang kian pesat," jelas Andrey dan tim dalam riset.
Menurut riset RHB Sekuritas, kenaikan biaya infrastruktur di beberapa negara maju juga akan mendorong lebih banyak permintaan untuk baja tahan karat. Karena alasan tersebut, pada emiten produsen nikel seperti ANTM dan INCO, RHB Sekuritas masih rekomendasi overweight.
RHB Sekuritas memberi rekomendasi buy untuk kedua saham tersebut. Saham ANTM diberi target Rp 3.450 per saham sedangkan INCO diberi target Rp 6.000 per saham.
Baca Juga: Mirae Asset Sekuritas Jagokan Saham-Saham Ini di Tengah Konflik Rusia-Ukraina
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News