Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten pertambangan nikel masih diliputi prospek kinerja yang tak menentu seiring harga komoditas bijih nikel yang rentan mengalami koreksi.
Mengutip data Trading Economics, harga nikel di pasar global berada di level US$ 15.202,75 per ton pada Kamis (12/6) pukul 19.11 WIB. Sementara itu, harga nikel telah melemah 13,84% dalam setahun atau year on year (yoy).
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai, pergerakan harga nikel global secara umum sangat dipengaruhi oleh permintaan dari China sebagai konsumen nikel terbesar di dunia. Sayangnya, permintaan nikel dari China terutama untuk industri stainless steel dan kendaraan listrik tengah melambat.
Ditambah lagi, produsen kendaraan listrik di China mulai beralih ke baterai yang berbasis lithium ferro phosphate (LFP) yang dikenal memiliki masa durasi pakai lebih panjang.
Perlambatan ini dibarengi oleh kondisi kelebihan pasokan akibat ekspansi produksi olahan nikel dari smelter-smelter di Indonesia dan Filipina. “Kombinasi antara permintaan yang lemah dan pasokan yang melimpah inilah yang menyebabkan harga nikel cenderung melemah dalam beberapa waktu terakhir,” ujar dia, Kamis (12/6).
Dari sisi fundamental, pelemahan harga nikel tentu memberikan tekanan terhadap emiten-emiten yang fokus utamanya ada di komoditas tersebut, seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), dan PT Pam Mineral Tbk (NICL).
Ketergantungan pada harga nikel membuat pendapatan, margin laba, dan arus kas emiten tersebut menjadi sangat sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas. Alhasil, ketika harga nikel merosot, profitabilitas mereka cenderung langsung tertekan.
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo menambahkan, emiten seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) relatif lebih tahan terhadap risiko pelemahan harga nikel, mengingat kontribusi penjualan nikel mereka cenderung kecil dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya.
Ambil contoh ANTM yang tengah menikmati efek kenaikan harga emas dunia sebagai komoditas utamanya. Dalam catatan Kontan, penjualan bersih ANTM melesat 203% yoy menjadi Rp 26,15 triliun pada kuartal I-2025, sedangkan laba bersihnya meroket 1.003% yoy menjadi Rp 2,32 triliun.
Meski bukan komoditas andalan, ANTM mampu membukukan kenaikan penjualan nikel ore 280% yoy menjadi 3,8 juta wet metrik ton (wmt) pada kuartal I-2025. ANTM juga catatkan penjualan feronikel 4,8 kilo ton Ni.
Direktur Utama Aneka Tambang, Achmad Ardianto, menyampaikan, pihaknya akan terus melanjutkan upaya-upaya peningkatan kinerja yang telah dilakukan, seperti perbaikan operasional dan penguatan kompetensi.
“Kami terus tingkatkan produksi di seluruh komoditas, sehingga cash cost bisa diturunkan,” kata dia usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Kamis (12/6).
Di sisi lain, Ekky menganggap dampak tekanan harga nikel bagi emiten yang punya diversifikasi bisnis sebenarnya berbeda-beda. Jika emiten yang diversifikasi bisnisnya ada di sektor batubara, kemungkinan hal itu tidak terlalu membantu. Sebab, harga batubara sendiri juga sedang dalam tren koreksi sepanjang tahun 2025 berjalan.
Terlepas dari itu, kedua analis sepakat bahwa prospek jangka menengah dan panjang emiten nikel masih tetap positif. Adanya agenda hilirisasi berbasis komoditas nikel dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air akan mendukung penguatan kinerja emiten di sektor tersebut secara jangka panjang.
Sentimen ini akan memacu emiten-emiten produsen nikel untuk terus berekspansi. Emiten yang punya strategi pengembangan hilir (downstream) yang matang diyakini akan menjadi pemain utama dalam pemulihan dan pertumbuhan sektor industri nikel.
“Pemerintah juga harus mengatur suplai nikel di dalam negeri di tengah melemahnya permintaan global untuk menjaga harga komoditas ini,” terang Praska, Kamis (12/6).
Praska merekomendasikan hold saham INCO dengan target harga di level Rp 3.600 per saham, sedangkan saham MDKA dapat dibeli dengan target harga Rp 2.500 per saham.
Ekky menyebut, investor dapat mempertimbangkan saham INCO, AMMN, dan MDKA untuk sektor nikel. Saham INCO ditargetkan dapat menembus level sekitar Rp 4.400—4.500 per saham.
Harga saham AMMN diperkirakan menuju level terdekat yakni Rp 9.050 per saham dan berpotensi lanjut ke target harga Rp 11.250 per saham. Adapun saham MDKA berpeluang menuju target jangka menengah (midterm) di level Rp 2.800 per saham.
Selanjutnya: Pembangkit Hijau Baru Banyak Andalkan Swasta, Pengusaha Minta Kepastian Investasi
Menarik Dibaca: UGM Gaet Industri untuk Hilirisasi Riset, Sasar Pasar Ekspor Herbal Kosmetika
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News