kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Harga murah dan pasar sekunder makin likuid, peminat reksadana ETF meningkat


Kamis, 10 Desember 2020 / 20:43 WIB
Harga murah dan pasar sekunder makin likuid, peminat reksadana ETF meningkat
ILUSTRASI. Pertumbuhan unit ETF naik dari 19,03 juta pada akhir tahun menjadi 21,87 juta per akhir November 2020 atau naik 14,95%.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri reksadana Exchange Traded Fund (ETF) di Indonesia terus berkembang semakin baik. Maklum, reksadana ETF masih jadi salah satu produk investasi yang belum sepopuler jenis reksadana lainnya. Kendati demikian, Manajer Investasi maupun investor kini semakin melirik produk yang satu ini.

Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan unit reksadana ETF secara year to date pada tahun ini. Mengutip Infovesta Utama, pertumbuhan unit ETF naik cukup signifikan dari 19,03 juta pada akhir tahun menjadi 21,87 juta per akhir November 2020 atau naik 14,95%. Dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) ETF per November 2020 juga tumbuh 9,51% menjadi Rp 15,55 triliun dibanding akhir tahun lalu.

Head of Equity PT Insight Investments Management Camar Remoa mengatakan, faktor yang membuat minat terhadap ETF terus membaik adalah periode saat ini merupakan saat yang tepat bagi para investor untuk memulai investasi pada produk ETF setelah indeks terkoreksi cukup dalam. Bisa dilihat dari kenaikan unit penyertaan padahal pasar cukup bergejolak yang menunjukkan tingginya minat investor terhadap reksadana ETF.

Baca Juga: Reksadana ETF makin diminati investor, dana kelolaan kian tumbuh subur

“Produk ini sendiri memiliki keunggulan, mulai dari mudah dan fleksibel, karena dapat ditransaksikan selama jam perdagangan layaknya saham, biaya jasa pengelolaan yang rendah, cakupan sektor pilihan yang lebih terdiversifikasi, transparan dalam keterbukaan konstituen, hingga memiliki pengawasan berlapis dari regulator,” ujar Camar ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (10/12)

Camar menerangkan, dengan kinerja reksadana ETF yang mengikuti indeks, pada akhirnya kinerjanya pun berkorelasi positif dengan pergerakan IHSG. Setelah sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19 hingga terkoreksi sebesar -37.49%, IHSG terus membaik belakangan ini. Jika dihitung dari titik terendahnya, yakni 26 Maret, hingga 30 November, IHSG telah naik 29.35%.

Camar menilai, setiap IHSG kembali mengalami koreksi, hal tersebut bisa menjadi kesempatan yang menarik untuk investor kembali masuk ke reksadana ETF. Apalagi dengan aliran dana asing yang mulai mengalir, IHSG masih akan bergerak naik. Hitungan Camar, saat ini indikasi rentang pergerakan IHSG di sekitar 5.800-6.000. Sedangkan tahun depan sekitar 6.300-6.800 dengan asumsi EPS Growth +30%

“Di tengah kondisi pasar baik domestik maupun global yang cenderung fluktuatif, kehadiran produk Reksadana Insight ETF FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index bisa menjadi alternatif investasi bagi Investor,” tambah Camar.

Indeks FTSE Indonesia – Low Volatility Factor sendiri dibentuk dengan pembobotan berdasarkan market cap yang merepresentasikan performa dari saham big cap dan mid cap di Indonesia yang memiliki faktor volatilitas lebih rendah dari FTSE Original Index.

Camar bilang, hasil back-test selama lima tahun menghasilkan total return Indeks FTSE Indonesia – Low Volatility Factor mengungguli indeks lainnya seperti IHSG, IDX30, LQ45 dan MSCI Indonesia.

Dalam 5 tahun terakhir (per 30 November 2020), total return FTSE Indonesia Low Volatility Factor mencatatkan kenaikan 60,81%. Sementara IHSG hanya naik 41,34% dan FTSE Indonesia (Original) pun hanya naik 49.47% dalam lima tahun terakhir.  Adapun kinerja MSCI Indonesia Index, IDX30 dan LQ45 dalam lima tahun terakhir masing-masing 38%, 39.07%, 33.73%.

Secara rata-rata per tahun dalam lima tahun terakhir, FTSE Indonesia Low Volatility Factor berhasil membukukan total return 12,16%, jauh di atas FTSE Indonesia (Original) 9.89%, maupun IHSG 8.27% per tahun. Sedangkan total return rata-rata per tahun MSCI Indonesia Index, IDX30 dan LQ45 justru 7.6%%, 7.81% dan 6.75%.

Tak hanya itu, Camar juga mengatakan bahwa NAB/UP Reksadana Insight ETF FTSE Low Volatility Factor Index termasuk salah satu yang termurah di industri, yakni mulai harga 100. Adapun rentang NAB/UP reksadana ETF sendiri saat ini 100 - 1.000.

Dengan semakin bertambahnya investor pada ETF menyebabkan pasar sekunder akan lebih likuid. selain itu NAB/UP ETF trennya juga semakin murah.

Jadi semakin murahnya harga di pasar sekunder, investor retail juga dapat ikut serta berinvestasi pada ETF ini. "Dengan modal dana Rp 10.000, investor ritel dapat berinvestasi pada reksadana ETF yang di dalamnya merupakan kumpulan saham yang sudah terdiversifikasi,” ujar Camar.

Selanjutnya: Dana kelolaan (AUM) industri reksadana pada November berpotensi tembus Rp 530 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×