kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Minyak Turun ke Level Terendah dalam 2 Bulan, Imbas Pelemahan Ekonomi China


Senin, 21 November 2022 / 19:26 WIB
Harga Minyak Turun ke Level Terendah dalam 2 Bulan, Imbas Pelemahan Ekonomi China
ILUSTRASI. Harga minyak turun ke level terendah dalam dua bulan pada Senin (21/11).


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak turun ke level terendah dalam dua bulan pada  Senin (21/11). Pergerakan harga minyak terpengaruh situasi merebaknya Covid-19 di China.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka untuk kontrak pengiriman Januari 2023 turun 65 sen atau 0,7% menjadi US$ 86,97 per barel pada 1000 GMT.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat kontrak Desember 2022 berada di $79,71 per barel, turun 37 sen atau 0,5%, menjelang berakhirnya kontrak pada hari Senin. Kontrak Januari yang lebih aktif turun 50 sen atau 0,6% menjadi US$ 79,61 per barel.

Kedua benchmark harga minyak itu ditutup di level terendah sejak 27 September 2022.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Turun Sekitar US$1 Siang Ini, Mendekati Posisi Terendah 2 Bulan

Research & Development ICDX Girta Yoga mencermati, sentimen utama yang membebani pergerakan harga minyak mentah datang dari situasi penyebaran infeksi Covid-19 di China.

Berbagai tindakan pencegahan yang dilakukan China untuk mengatasi penyebaran infeksi tersebut turut memberikan tekanan pada sisi permintaan minyak. Hal itu tak dapat dipungkiri karena China merupakan negara importir minyak terbesar dunia dan sekaligus negara konsumen minyak terbesar kedua dunia.

"Di sisi lain, tentunya pelemahan China sebagai raksasa ekonomi dunia berdampak ke pertumbuhan ekonomi secara global," imbuh Girta saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/11).

Girta menambahkan, dampak dari kembali melonjaknya pandemi Covid-19 di China secara tidak langsung membuat beberapa kelompok pemerhati industri minyak global antara lain International Energy Agency (IEA) dan Organization of The Petroleum Exporting Countries (OPEC) turut memangkas proyeksi permintaan minyak.

Namun, di saat yang bersamaan sisi pasokan juga terjadi pengurangan akibat embargo minyak Rusia serta ditambah dengan komitmen pemangkasan produksi yang disepakati oleh OPEC dan sekutunya, sehingga membuat sisi produksi tetap ketat.

Girta meyakini tren penguatan harga minyak berpotensi bertahan hingga di kuartal I/2023, hal ini disebabkan efek dari pemberlakukan embargo minyak Rusia baru akan terasa saat akhir tahun nanti. Terlebih, dengan berlangsungnya musim dingin yang biasanya membuat permintaan akan bahan bakar pemanas ikut melonjak.

Hal inilah yang membuat sisi permintaan berpotensi tetap positif, meskipun ada potensi permintaan sedikit tergerus dengan situasi di China.

"Selain itu, OPEC yang berulang kali menegaskan komitmennya untuk menjaga harga minyak pada batas yang wajar, tentunya tidak akan berdiam diri saat harga terus turun menuju US$ 60 per barel," kata Girta.

Dia memperkirakan harga minyak di akhir tahun 2022 berpotensi menguat ke level resistance di kisaran harga US$ 90 - 100 per barel. Kejadian terburuknya, apabila katalis negatif terus bertahan maka harga minyak berpotensi turun menuju level support di kisaran harga US$ 70 - 60 per barel di akhir tahun ini.

Sementara, harga minyak di kuartal I-2023 diprediksi cenderung menguat ke level support US$ 70- US$ 60 per barel dan resistance US$ 100 - US$ 110 per barel.

Baca Juga: Alasan Pemerintah Belum Turunkan Harga BBM Subsidi Kendati Harga Minyak Dunia Turun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×