kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Harga minyak sudah di puncak


Minggu, 16 Februari 2014 / 22:11 WIB
Harga minyak sudah di puncak
ILUSTRASI. Drakor The Queen's Umbrella, drama Korea terbaru dari Netflix yang akan tayang pada bulan Oktober 2022 mendatang.


Reporter: Yuliani Maimuntarsih, Dina Farisah | Editor: Sofyan Hidayat

JAKARTA. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di bursa New York Mercantile Exchange terus merangkak naik dan bertahan di level US$ 100 per barel. Selain ditopang oleh badai musim dingin di Amerika Serikat yang mendorong permintaan energi, kenaikan harga terjadi seiring pelemahan nilai tukar dollar AS.

Pekan lalu, harga minyak WTI pengiriman Maret 2014 sempat menyentuk US$ 100,57 per barel (12/2). Ini merupakan harga tertinggi, sejak pertengahan Oktober 2013. Sedangkan Jumat (14/2), harga minyak mencapai US$ 100,30 per barel terkoreksi tipis 0,05% dari hari sebelumnya.

Menurut analis Soegee Futures Nizar Hilmy, kenaikan harga minyak terjadi karena nilai tukar dollar AS yang terpuruk setelah rilis data ekonomi yang jelek. "Pelemahan dollar AS menopang harga minyak," tambahnya.

Sedangkan, Zulfirman Basir, Senior Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, mengatakan, musim dingin yang berlangsung di AS masih dapat memberikan harapan permintaan minyak dari konsumen energi terbesar di dunia tersebut masih tetap tinggi. "Cuaca masih menyediakan sentimen positif bagi minyak," jelas Zulfirman.

Cuaca ekstrem di AS memang mendorong kenaikan permintaan minyak. Namun, Nizar menduga, kenaikan harga ini sudah mentok alias sulit untuk naik lagi dalam waktu dekat. "Harga mungkin akan terkoreksi, karena harga minyak di atas US$ 100 per barel itu spekulatif," ujar Nizar.

Dia membandingkan dengan harga minyak pada Agustus 2013 yang menyentuh US$ 112 per barel. Lonjakan harga waktu itu terjadi karena kekacauan di Timur Tengah yang menyebabkan pasokan minyak terganggu. Sedangkan saat ini, Nizar menilai belum ada faktor yang begitu kuat mengerek harga minyak.

Secara teknikal, Nizar mengatakan, indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif yang berarti masih ada potensi kenaikan harga.

Sedangkan, indikator stochastic berada di level 87 yang menandakan jenuh jual. Grafik moving average (MA) berada di atas MA 50, MA 100 dan MA 200. Sedangkan, relative strength index (RSI) di level 65 yang berarti harga bergerak mendatar.

Dalam sepekan ke depan, Nizar menduga, harga minyak mungkin terkoreksi di kisaran US$ 97,00-US$ 102,00 per barel.

Zulfirman juga mengingatkan investor untuk mewaspadai aksi profit taking. Dia memproyeksikan harga minyak sepekan ke depan masih netral. Dia memprediksiĀ  harga minyak bergulir di kisaran US$ 98,55-US$ 102,35 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×