Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak merangkak naik setelah merosot pada pertengahan pekan lalu. Senin (22/7) pukul 6.54 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 56,09 per barel, naik 0,83% jika dibandingkan dengan harga Jumat lalu.
Meski secara harian menguat, harga minyak ini masih lebih rendah 5,86% ketimbang harga Senin pekan lalu yang masih ada di level US$ 59,58 per barel.
Sejalan, harga minyak brent untuk pengiriman September 2019 di ICE Futures hari ini menguat 1,25% ke posisi US$ 63,25 per barel. Dalam sepekan, harga minyak acuan internasional ini masih turun 4,86%.
Pada pertengahan pekan lalu, harga minyak merosot setelah Energy Information Administration melaporkan lonjakan persediaan bensin yang jauh lebih tinggi daripada prediksi. Stok bensin melonjak 3,6 juta barel, jauh lebih tinggi ketimbang ekspektasi penurunan stok sebesar 925.000 barel.
Lonjakan ston bensin ini mengimbangi penurunan stok minyak mentah yang mencapai 3,1 juta barel. Penurunan stok ini lebih besar daripada prediksi penurunan 2,7 juta barel.
Harga minyak pun tergerus oleh pemangkasan prediksi harga oleh Barclays. Bank ini memangkas prediksi harga minyak tahun ini sebesar US$ 2 per barel menjadi US$ 69 per barel untuk minyak brent dan US$ 61 per barel untuk minyak WTI.
Barclays pun memangkas prediksi harga minyak tahun depan sebesar US$ 6 per barel masing-masing untuk minyak WTI dan brent. Barclays memperkirakan, harga minyak WTI akan berada di US$ 62 per barel dan brent US$ 69 per barel pada tahun depan.
"Pertumbuhan konsumsi akan melambat menjadi hanya sedikit di atas 1 juta barel per hari secara tahunan pada tahun ini karena proteksionisme di tengah perlambatan industri global," ungkap Barclays dalam catatan pekan lalu.
Tapi, harga minyak kembali merangkak naik akibat tensi geopolitik Timur Tengah yang kembali memanas. Harga minyak naik setelah Garda Revolusi Iran mengatakan telah menangkap tanker minyak berbendera Inggris di Teluk. Ini adalah balasan setelah Inggris menyita kapal Iran di awal bulan.
"Menurut kami, harga minyak masih bergerak swing di dua arah akibat tensi antara AS dan Iran di sisi bullish dan kekhawatiran perlambatan permintaan di sisi bearish," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates kepada Reuters.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













