Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - MELBOURNE. Harga minyak terus menguat berkat optimisme tentang pemulihan permintaan bahan bakar di seluruh dunia. Namun, penguatan emas kuning tertahan meskipun lonjakan infeksi virus corona di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS) dan tanda-tanda kebangkitan kembali dalam produksi minyak mentah AS.
Jumat (26/6), pukul 12.45 WIB, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2020 di Nymex naik 57 sen, atau 1,5%, ke US$ 39,29 per barel.
Baca Juga: Harga minyak mentah kompak menguat 1,1% berkat optimisme pemulihan permintaan
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka Brent kontrak pengiriman Agustus 2020 di ICE Futures juga naik 64 sen, atau 1,6%, ke US$ 41,69.
Secara keseluruhan, pasar komoditas mengambil pandangan positif pada pemulihan global jelang akhir pekan ini. "Optimisme tentang pemulihan permintaan bahan bakar di seluruh dunia telah mendukung harga meskipun ada peningkatan total infeksi virus corona di seluruh dunia dan di tengah tanda-tanda bahwa produksi minyak mentah AS dari shale akan tumbuh," kata Avtar Sandu, Senior Manager Commodities Phillip Futures di Singapura.
Dia menambahkan, data satelit menunjukkan ada peningkatan tajam dalam lalu lintas di wilayah China, Eropa dan di seluruh AS. Hal tersebut menunjukkan potensi peningkatan permintaan bahan bakar.
Perusahaan teknologi lokasi TomTom memberikan data, bahwa kemacetan di Shanghai dalam beberapa minggu terakhir lebih tinggi dari pada periode yang sama tahun lalu. Hal yang sama juga terjadi di Moskow, di mana lalu lintas kembali ke tingkat tahun lalu.
Namun, ada kekhawatiran lonjakan infeksi Covid-19 di negara bagian AS yang berada di wilayah selatan dapat menghentikan pemulihan permintaan, terutama karena beberapa negara, seperti Florida dan Texas, adalah di antara konsumen bensin terbesar
Baca Juga: Impor minyak China dari Arab Saudi mencapai rekor tertinggi di bulan Mei .
Prospek ekonomi global juga memburuk atau paling tidak tetap sama pada bulan lalu, mayoritas ekonom yang disurvei oleh Reuters mengatakan, dan resesi yang sedang berlangsung diperkirakan akan lebih dalam dari perkiraan sebelumnya.
"Tampaknya pasar mengabaikan fundamental dan memilih untuk menjadikan penawaran dan permintaan sebagai sentimen," kata Michael McCarthy, Chief Market Strategist di CMC Markets.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News