Sumber: Bloomberg | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah lanjutkan kenaikan pada pembukaan di pasar Asia. Optimisme Suadi Aramco terhadap pasar minyak di Asia serta tanda-tanda penyebaran virus corona di Amerika Serikat (AS) melambat berhasil menyokong pergerakan emas hitam ini.
Mengutip Bloomberg, Selasa (11/8) pukul 07.30 WIB, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman September 2020 di Nymex naik 18 sen ke US$ 42,12 per barel.
Serupa, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober 2020 di ICE Futures menguat 9 sen ke US$ 45,08 per barel.
Baca Juga: Harga minyak mentah ditutup naik lebih dari 1%, data pabrik China jadi penopang
Kedua harga minyak mentah ini menguat 1% pada sesi sebelumnya. Keperkasaan bagi minyak mentah sebelumnya datang dari keyakinan Saudi Aramco, produsen minyak mentah terbesar di dunia, bahwa pasar minyak Asia mulai pulih setelah pembukaan penguncian yang dilakukan untuk menghadang penyebaran virus corona.
Selain itu, langkah Saudi Aramco yang tetap melanjutkan rencana pembayaran dividen US$ 75 miliar di tahun ini juga jadi sentimen positif bagi harga minyak acuan. Hal tersebut dilakukan di tengah-tengah penurunan laba bersih dan tumpukan utang baru Saudi Aramco.
Sebelumnya, Saudi Aramco mengatakan, laba bersih untuk tiga bulan yang berakhir Juni 2020 turun 73% secara tahunan menjadi 24,6 miliar riyal, setara US$ 6,6 miliar. Hal ini terjadi karena harga minyak mentah yang jatuh.
Pada kuartal ini, Aramco akan tetap membayar dividen sebesar US$ 18,75 miliar. Di mana sebagian besar akan masuk kantong pemerintah Arab Saudi, yang memang memiliki 98% saham di Saudi Aramco.
Baca Juga: Aksi profit taking seret harga emas spot ke US$ 2.030 per ons troi
Harga minyak semakin kuat, setelah jumlah pasien yang di rawat di rumahsakit karena Covid-19 di AS turun di bawah 50.000. Ini adalah pertama kali dalam sebulan terakhir setelah lonjakan kasus di wilayah selatan Negeri Paman Sam muncul.
Namun, harga minyak masih dibebani oleh memanasnya hubungan AS dan China belakangan ini. Setelah Presiden AS Donald Trump melarang TikTok dan WeChat, China membalas dengan melakukan sanksi terhadap 11 pejabat AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News