Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah tergelincir untuk hari keempat secara berturut karena terbebani oleh ekspektasi permintaan yang lebih lemah di Eropa dan meningkatnya persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Rabu (17/3), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Mei 2021 ditutup melemah 39 sen atau 0,6% ke level US$ 68 per barel.
Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga turun 20 sen, atau 0,3%, dan berakhir di US$ 63,68. Kedua kontrak turun lebih dari US$ 1 selama sesi ini.
Sentimen negatif bagi minyak datang setelah beberapa negara Eropa menghentikan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca karena kekhawatiran kemungkinan efek samping. Di sisi lain, lonjakan kasus baru virus corona pun kembali terjadi.
Di mana, Jerman mengalami peningkatan kasus Covid-19. Sedangkan Italia memberlakukan penguncian secara nasional selama Paskah dan Prancis berencana untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat.
"Penangguhan tidak akan membantu pemulihan ekonomi dan kenaikan bahan bakar," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM. "Harapan sekarang adalah bahwa Eropa bisa mendapatkan kembali peluncuran vaksin yang lambat ke jalurnya."
Harga minyak semakin tergelincir menuju posisi terendah dalam sesi tersebut setelah data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah naik 2,4 juta barel pekan lalu.
Baca Juga: Harga minyak mentah dan CPO atraktif pekan ini, ini rekomendasi saham pilihan Mirae
Persediaan minyak mentah AS telah meningkat selama empat minggu berturut-turut setelah operasi kilang di wilayah selatan terhambat oleh cuaca dingin yang parah bulan lalu. Perusahaan perlahan-lahan memulai kembali fasilitas dan diharapkan pulih selama beberapa minggu ke depan, kata analis.
"Lebih dari tiga perempat dari kenaikan 1,1 juta barel per hari minggu lalu terjadi di Gulf Coast. Kenaikan lain dalam aktivitas penyulingan dalam laporan minggu depan akan mengantarkan kita kembali ke tren penarikan persediaan," kata Matt Smith, Direktur Penelitian Komoditas di ClipperData.
Turut menambah tekanan, International Energy Agency (IEA) mengatakan dalam laporan bulanannya bahwa harga minyak tidak mungkin meningkat secara dramatis dan berkelanjutan dan permintaan diperkirakan tidak akan kembali ke tingkat sebelum pandemi hingga 2023.
"Laporan IEA telah memicu aksi di antara para pedagang minyak," kata Naeem Aslam dari Avatrade. "Kami telah melihat beberapa penjualan."
Minyak telah pulih dari posisi terendah sepanjang bersejarah yang dicapai tahun lalu karena permintaan anjlok, didukung oleh rekor pemotongan produksi minyak ang dilakukan oleh OPEC dan sekutunya. Brent mencapai US$ 71,38 pada 8 Maret, tertinggi sejak 8 Januari 2020.
Kerugian ditutup di akhir sesi setelah Federal Reserve pada hari Rabu memproyeksikan lonjakan pesat dalam pertumbuhan ekonomi AS dan inflasi tahun ini karena krisis Covid-19 mereda, dan mengulangi janjinya untuk mempertahankan suku bunga target mendekati nol untuk tahun-tahun mendatang. .
Selanjutnya: Wall Street ditopang proyeksi ekonomi The Fed, Dow Jones dan S&P 500 cetak rekor lagi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News