Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyaknya sentimen negatif yang menghadang penguatan minyak dunia, membuat para analis memperkirakan harga minyak akan sulit bertahan. Bahkan di tengah tingginya ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) bulan ini, para analis menebak, harga minyak akan kembali turun ke bawah level US$ 60 per barel.
Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (9/3), harga minyak WTI kontrak pengiriman April 2018 tercatat menguat 3,19% ke level US$ 62,04 per barel. Namun jika dibandingkan sepekan sebelumnya, penguatan harga minyak hanya mencapai 1,29%.
“Tanggal 22 Maret sepertinya The Fed akan menaikkan suku bunga, dollar AS bisa kembali menguat," ujar Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures kepada Kontan.co.id.
Menurutnya, penguatan dollar AS pasti akan melemahkan harga komoditas. Jika kenaikan ini terjadi di tengah kenaikan produksi AS, bukan tidak mungkin minyak bisa terperosok ke bawah level US$ 60 per barel. Deddy menebak, pada akhir kuartal I 2018, harga minyak bisa masuk ke kisaran US$ 58 - US$ 60 per barel.
"Saya bertaruh minyak masih bearish," tandasnya.
Keyakinan serupa juga diungkapkan oleh Nanang Wahyudi, Analis PT Finnex Berjangka. Kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan akan berimbas pada pergerakan harga minyak mentah dunia. Apalagi untuk jangka menengah dan jangka panjang, harga minyak masih diliputi sentimen negatif.
"Meski sekarang menguat, tapi tekanan masih ada," ujarnya.
Indikasi peningkatan pasokan minyak di AS masih cukup besar. Diperkirakan produksinya akan mencapai 11 juta barel per hari pada akhir tahun 2018. Apalagi Energy Information Administration (EIA) melaporkan untuk pekan yang berakhir 2 Maret lalu, produksi minyak telah mencapai 10,4 juta bar per hari. Ia memperkirakan di akhir kuartal I 2018 harga minyak bisa berada di kisaran US$ 50 - US$ 65 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News