Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak jatuh sekitar 8% pada penutupan perdagangan Kamis (11/6). Ambruknya harga emas hitam ini dipicu oleh kekhawatiran baru tentang hancurnya permintaan karena kasus baru virus corona yang meningkat secara global, sementara persediaan minyak mentah di Amerika Serikat malah mencapai rekor baru.
Seperti diketahui, kasus virus corona di Negeri Paman Sam sudah melampaui 2 juta pada Rabu (10/6). Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah kasus infeksi baru naik setelah lima minggu turun.
Baca Juga: Kombinasi sentimen negatif, harga minyak anjlok lebih dari 2%
Sementara, sebagian besar negara bagian di AS telah melonggarkan pembatasan pada pergerakan yang sempat membelenggu permintaan. Namun, konsumsi bahan bakar tetap 20% di bawah tingkat normal karena konsumen tetap berhati-hati.
Selain itu, Federal Reserve juga telah menyatakan, bahwa keprihatinan akan terus berlanjut dan membatasi permintaan bahan bakar untuk waktu yang cukup panjang.
"Serangkaian kebijakan dapat memiliki efek merusak kepercayaan orang dalam bepergian, makan di restoran, hingga menikmati hiburan," kata Ketua The Fed Jerome Powell.
Kamis (11/6), harga minyak mentah berjangka Brent kontrak pengiriman Agustus 2020 ditutup turun US$ 3,18, atau 7,6% ke US$ 38,55 per barel.
Sertupa, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 melemah US$ 3,26, atau 8,2% menjadi US$ 36,34 per barel.
Posisi ini membuat Brent dan WTI kembali membukukan penurunan harian terburuk sejak 21 dan 27 April.
Kelemahan harga pun berlanjut ke aset investasi lainnya. Pasar saham turun, dengan Indeks S&P 500 turun 4% pada hari itu, sementara obligasi Negara AS menguat.
Minyak mentah berjangka telah naik dalam beberapa pekan terakhir karena penguncian yang diberlakukan pemerintah berkurang, mendorong optimisme bahwa permintaan bahan bakar akan pulih. Di beberapa bagian Asia dan Eropa, di mana penguncian lebih parah, permintaan telah pulih lebih tajam.
The Fed mengatakan, pengangguran di AS akan mencapai 9,3% pada akhir tahun 2020 dan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk turun kembali, sementara suku bunga diperkirakan akan tetap mendekati nol setidaknya sampai tahun depan.
Jika permintaan tidak pulih, penyuling dan pengirim barang AS akan kelebihan pasokan lebih lanjut. Persediaan minyak mentah AS naik secara tak terduga 5,7 juta barel pekan lalu ke rekor 538,1 juta barel, sebagian besar terjadi karena impor dari Arab Saudi, data pemerintah menunjukkan pada hari Rabu.
Baca Juga: Bank Dunia ramal ekonomi AS bakal terkontraksi 6,1% di 2020 akibat wabah corona
Stok bensin AS juga tumbuh lebih dari yang diharapkan menjadi 258,7 juta barel. Persediaan sulingan, yang meliputi diesel dan minyak pemanas, naik 1,6 juta barel, meskipun kenaikannya lebih kecil dari minggu-minggu sebelumnya.
"Kenyataannya adalah kami memiliki tingkat persediaan bahan bakar global yang berlimpah," kata Gene McGillian, Director of Market Research Tradition Energy. "Gambaran mendasar masih memiliki faktor-faktor bearish yang membuat pasar menutup mata."
Beberapa negara OPEC+, termasuk Irak dan Nigeria, belum mematuhi pakta pemangkasan pasokan yang sudah disepakati oleh grup. Nigeria melampaui kuota untuk pengurangan produksi di bawah kesepakatan dengan sedikit kurang dari 100.000 barel per hari (bph) pada Mei, kepala Perusahaan Petroleum Nasional Nigeria Mele Kyari mengatakan pada hari Rabu.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak, Rusia dan produsen lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC +, membuat kesepakatan untuk memotong sekitar 10% dari pasokan global. Pakta itu diperpanjang hingga Juli selama akhir pekan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News