Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak mentah sepanjang tahun ini menyokong pendapatan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) di semester I-2018. Meski begitu, MEDC masih tetap menghadapi penurunan laba bersih.
Pendapatan MEDC di semester satu lalu melesat sekitar 42% menjadi US$ 578,58 juta, dibanding periode yang sama tahun lalu. Kenaikan pendapatan antara lain ditopang kenaikan harga jual rata-rata atawa average selling price (ASP) minyak MEDC.
Menurut Arandi Ariantara, analis Samuel Sekuritas Indonesia, penguatan harga rata-rata minyak Brent menjadi penopang kenaikan harga jual rata-rata minyak milik perusahaan keluarga Panigoro ini di semester satu lalu. ASP minyak MEDC naik mencapai 35% jadi US$ 67 per barel.
Selain harga jual minyak yang melesat, harga jual gas MEDC pun naik sekitar 9% menjadi US$ 6 per million British Thermal Unit (MMBTU) pada periode yang sama. "Penguatan tersebut mendorong naik EBITDA sebesar 50% di semester I-2018 menjadi US$ 301 juta, ini inline dengan estimasi di tahun ini," kata Arandi dalam riset 8 Agustus 2018.
Analis Artha Sekuritas Indonesia Juan Harahap menambahkan, kenaikan harga minyak serta keperkasaan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah memang menjadi keuntungan utama bagi MEDC. Maklum, pendapatan yang diterima emiten migas ini memang dalam denominasi dollar AS. Sementara, mayoritas atawa 60% pengeluaran menggunakan mata uang Garuda.
Sayangnya, kinerja cemerlang di sisi penjualan ini tak diikuti pos laba bersih. Mengingat laba bersih MEDC malah anjlok turun 48% jika dibandingkan dengan laba bersih di periode yang sama tahun lalu, menjadi US$ 41 juta.
Juan menuturkan, penurunan ini terjadi lantaran MEDC mengalami kerugian dari afiliasi pertambangan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Tambang ini baru memulai pengembangan tahap 7 dari tambang batu hijau.
Hal tersebut membuat Arandi melakukan revisi terhadap proyeksi kinerja MEDC tahun ini. "Kami merevisi laba bersih 2018 untuk menyesuaikan kenaikan beban keuangan," jelas dia.
Dalam Riset 9 Agustus 2018, Nyoman W Pradana, analis BCA Sekuritas, menambahkan, siklus operasional AMNT memang masih dovish dan berpotensi menyeret penghasilan non-inti MEDC hingga 2021.
Berkat anak usaha
Di sisi lain, produksi minyak MEDC diprediksi berpotensi meningkat. Selain itu, Arandi memperkirakan kinerja MEDC akan cemerlang karena kerjasama perusahaan dengan Medco Power Indonesia (MPI), yang merupakan perusahaan afiliasi.
Pada semester satu lalu, MPI memberi kontribusi 20% pada total pendapatan MEDC. Dengan kenaikan harga jual listrik sebesar 56% jadi US$ 4 per kwh dan potensi peningkatan permintaan listrik, Arandi memperkirakan kontribusi MPI pada pendapatan MEDC bertumbuh jadi 33%.
Juan juga menilai kinerja MEDC masih positif, seiring dengan stabilnya harga minyak serta aktivitas migas di Indonesia yang mulai menggeliat. Apalagi Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas telah mengumumkan ada 50 proyek hulu minyak dan gas yang akan mulai berproduksi dalam sepuluh tahun ke depan.
Namun Juan menggarisbawahi MEDC masih menghadapi tantangan berupa pengelolaan utang untuk pendanaan beberapa proyeknya. Lantaran utang MEDC membengkak, ia memberi rekomendasi buy on weakness MEDC dengan target harga Rp 980 per saham untuk jangka pendek.
Sedang Arandi dan Nyoman kompak memberi rekomendasi beli untuk saham MEDC. Kedua analis juga sama-sama memasang target harga MEDC di Rp 1.500 per saham. Nyoman memprediksi pendapatan perusahaan bisa mencapai US$ 1,2 miliar, dengan laba bersih US$ 97 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News