kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.936.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.415   -30,00   -0,18%
  • IDX 6.920   -48,49   -0,70%
  • KOMPAS100 1.002   -9,08   -0,90%
  • LQ45 767   -7,83   -1,01%
  • ISSI 226   -1,23   -0,54%
  • IDX30 398   -3,22   -0,80%
  • IDXHIDIV20 467   -4,19   -0,89%
  • IDX80 113   -1,05   -0,93%
  • IDXV30 116   -0,64   -0,55%
  • IDXQ30 129   -1,03   -0,80%

Harga Minyak Melonjak Hampir 3%, Pasar Cemas Konflik Israel-Iran Meluas


Jumat, 20 Juni 2025 / 05:18 WIB
Harga Minyak Melonjak Hampir 3%, Pasar Cemas Konflik Israel-Iran Meluas
ILUSTRASI. Seorang pekerja di ladang minyak milik Bashneft, Bashkortostan, Rusia, 28 Januari 2015. Harga minyak dunia melonjak hampir 3% pada Kamis (19/6), dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran dan keterlibatan AS.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - CALGARY. Harga minyak dunia melonjak hampir 3% pada Kamis (19/6), dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran yang memicu kekhawatiran pasar mengenai potensi gangguan pasokan energi global. 

Ketidakjelasan mengenai kemungkinan keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik tersebut turut memperbesar kecemasan investor.

Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman berjangka ditutup naik sebesar US$ 2,15 atau 2,8%, menjadi US$ 78,85 per barel. Ini merupakan level penutupan tertinggi sejak 22 Januari 2025. 

Baca Juga: Minyak Naik Tajam di Tengah Konflik Israel-Iran dan Ancaman AS

Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juli naik US$ 2,06 atau 2,7% ke level US$ 77,20 per barel pada pukul 13.30 waktu setempat.

Kenaikan harga ini terjadi di tengah volume perdagangan yang lebih rendah akibat hari libur federal di Amerika Serikat. 

Lonjakan harga didorong oleh aksi militer saling serang antara kedua negara: Israel dilaporkan membombardir fasilitas nuklir Iran, sementara Iran membalas dengan meluncurkan rudal dan pesawat nirawak ke wilayah Israel, setelah sebelumnya menyerang sebuah rumah sakit.

Tidak ada indikasi bahwa kedua pihak berniat mengakhiri eskalasi. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Teheran akan membayar harga penuh, sementara pemerintah Iran memperingatkan agar tidak ada pihak ketiga yang terlibat dalam konflik ini.

Baca Juga: Harga Minyak Naik Imbas Perang Israel-Iran, Beban RI sebagai Importir Kian Berat

Gedung Putih pada hari Kamis menyampaikan bahwa Presiden AS Donald Trump akan memutuskan dalam dua pekan ke depan apakah negaranya akan ikut campur dalam konflik Israel-Iran. Ketidakpastian ini menambah kekhawatiran pasar terhadap stabilitas pasokan energi global.

Rory Johnston, analis dan pendiri buletin Commodity Context, menyatakan bahwa konsensus di pasar mulai terbentuk bahwa AS kemungkinan besar akan terlibat dalam bentuk tertentu.

Iran merupakan produsen minyak terbesar ketiga di dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dengan produksi sekitar 3,3 juta barel minyak mentah per hari.

Sekitar 18 juta hingga 21 juta barel minyak dan produk turunannya dikirim melalui Selat Hormuz setiap hari, jalur pelayaran penting yang terletak di selatan Iran. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik bisa mengganggu distribusi global minyak.

Helima Croft, analis dari RBC Capital, menilai bahwa risiko gangguan energi skala besar akan meningkat tajam apabila Iran merasa berada dalam ancaman eksistensial. Ia juga memperingatkan bahwa keterlibatan AS bisa memicu serangan langsung terhadap kapal tanker dan infrastruktur energi di kawasan.

JP Morgan dalam catatannya pada Kamis menyatakan bahwa dalam skenario ekstrem—yakni bila konflik meluas dan menutup Selat Hormuz—harga minyak dapat melonjak hingga US$ 120 hingga US$ 130 per barel. 

Baca Juga: Harga Minyak Naik Hampir 2% Akibat Sanksi Baru terhadap Iran & Penguatan Pasar Saham

Sementara itu, Goldman Sachs pada Rabu memperkirakan bahwa premi risiko geopolitik sekitar US$ 10 per barel masih masuk akal, terutama mengingat potensi gangguan pasokan dari Iran, yang bisa mendorong harga Brent di atas US$ 90.

Meskipun ketegangan di kawasan Timur Tengah mereda dalam waktu dekat, analis senior Price Futures Group, Phil Flynn, berpendapat bahwa harga minyak kemungkinan tidak akan kembali ke kisaran rendah US$ 60 per barel seperti sebulan lalu.

“Saya pikir konflik ini telah mengguncang pasar dari sikap puas dirinya,” ujar Flynn. “Pasar telah meremehkan risiko geopolitik selama ini.”

Namun, lembaga pemeringkat DBRS Morningstar memperkirakan bahwa lonjakan harga minyak ini bersifat sementara. 

Dalam sebuah catatan yang dirilis Kamis, mereka menyebutkan bahwa harga minyak yang terlalu tinggi dapat menekan ekonomi global melalui beban biaya impor dan menurunkan permintaan. Selama konflik tidak terus memburuk, premi risiko dari konflik diperkirakan akan menghilang, dan harga akan kembali stabil.

Baca Juga: Asei Sebut Konflik Israel-Iran Bisa Berdampak Terhadap Asuransi Marine Cargo

Di sisi lain, Rusia menyerukan agar OPEC+ tetap melanjutkan rencana peningkatan produksi minyak. Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, menyatakan dalam forum ekonomi di St. Petersburg bahwa aliansi produsen minyak tersebut sebaiknya bersikap tenang dan tidak menciptakan kekhawatiran baru di pasar.

“OPEC+ harus melanjutkan rencananya dengan tenang dan tidak menakut-nakuti pasar dengan proyeksi yang berlebihan,” ujar Novak.

Selanjutnya: Israel Larang Warga Negaranya Bepergian ke Luar Negeri, Bandara Ben-Gurion Ditutup

Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Hari Ini Jumat 20 Juni 2025: Libra & Capricorn Dapat Tambahan Gaji

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×