Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mendapat sentimen positif setelah pasar modal global terlihat menguat. Hal ini karena kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi global mulai berkurang setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menunda kebijakan kenaikan tarif impor untuk Meksiko.
Akhir pekan lalu, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2019 naik 2,66% ke US$ 53,99 per barel dibanding sehari sebelumnya yakni, US$ 52,59 per barel. Dalam sepekan, harga minyak naik 0,91%.
Selain karena dampak eskalasi perang dagang yang dibuat oleh AS, melonjaknya persediaan minyak di AS turut menekan harga minyak. Data terakhir dari Energy Information Administration (EIA), sepekan terakhir persediaan minyak di AS masih terus bertambah.
Selain itu, Arab Saudi yang mewakili Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) pernah mengatakan bahwa OPEC berencana atau akan mempertimbangkan berlanjutnya program pemangkasan produksi minyak. Ini dilakukan dengan pertimbangan untuk menyeimbangkan antara supply dan demand global terhadap minyak karena outlook perlambatan ekonomi global masih menjadi perhatian.
Analis Monex Investondo Futures Dini Nurhadi Yasyi mengatakan harga minyak melonjak setelah Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan dalam sebuah konferensi di St. Petersburg, Rusia bahwa level $60 per barel terlalu rendah untuk mendorong investasi di industri ini.
Falih mengatakan bahwa dia tidak ingin meningkatkan produksi minyak Arab Saudi untuk membuat harga minyak lebih rendah dan kembali ke lingkungan kejatuhan harga seperti di tahun 2014 dan 2015 yang tidak dapat diterima.
Sebuah kesepakatan yang dibuat oleh OPEC dan produsen lainnya, yang termasuk Rusia, untuk pangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari akan berakhir masanya di akhir bulan ini.
“Jika pasar modal masih memperlihatkan penguatannya, harga minyak berpeluang menguat,” kata Dini dalam analisisnya, Jumat (7/6).
Perlu konsistensi pergerakan di atas level US$ 53,40 per barel untuk mengincar resistance selanjutnya di level US$ 54,00 per barel. Jika belum mampu melanjutkan penguatan di atas level US$ 54,00 per barel, harga minyak berpotensi terkoreksi di support terdekat di level US$ 52,20 per barel.
Untuk perdagangan selanjutnya, Dini meramal harga minyak bakal diperdagangkan di level support antara US$ 52,20, US$ 51,60, dan US$ 51,00 per barel. Sementara level resistance antara US$ 53,40, US$ 54,00, dan US$ 54,60 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News