Reporter: Albertus M. Prestianta |
JAKARTA. Kondisi ekonomi global yang belum menentu membawa efek negatif bagi Indonesia. Credit Defaut Swap (CDS) untuk utang pemerintah Indonesia, naik.
Instrumen derivatif yang kerap dijadikan indikator risiko berinvestasi di Indonesia itu, bergerak menanjak selama Senin (19/3) hingga Rabu (28/3). CDS untuk utang bertenor 10 tahun, meningkat dari 195,105 menjadi 230,095, naik 18,37%.
Kenaikan juga dialami CDS untuk utang lima tahun. Dalam periode yang sama, CDS tenor lima tahun naik 16,32% dari 143,055 jadi 166,405. "Kenaikan CDS Indonesia erat kaitannya dengan kondisi ekonomi global," ujar Head of Debt Capital Market PT Trimegah Securities, Herdi Ranu Wibowo, kemarin.
Menurut dia, harga minyak dunia yang cenderung naik, mengguncang ekonomi global, termasuk Indonesia. Herdi menilai, kenaikan CDS saat ini masih wajar. "Nilai kenaikan tidak signifikan dan masih stabil," ujar dia.
Di saat CDS menanjak, biasanya para pemodal dari luar negeri akan mengurangi penempatan dananya di Indonesia. Instrumen buatan negeri ini yang dijauhi investor asing, saat ini, termasuk surat utang negara (SUN).
"Kepemilikan asing di SUN cenderung berkurang. Hal itu mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar terus tertekan," ujar Herdi.
Mengutip data yang dikelola Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, dana asing yang parkir di Surat Berharga Negara (SBN) per 26 Maret 2012 senilai Rp 225,40 triliun, turun 0,05% daripada outstanding di hari sebelumnya.
Herdi optimistis, kenaikan CDS Indonesia, belakangan ini, tidak banyak mengubah prospek pasar obligasi lokal di tahun ini. Menurut dia, dampak kenaikan CDS tersebut hanya bersifat sementara.
Pandangan mayoritas analis pasar valuta, investor asing masih meminati obligasi terbitan Indonesia. Selain sudah menyandang status investment grade, yield yang ditawarkan juga tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News