Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tengah dibalut serangkaian sentimen positif, tetapi laju penguatan harga minyak mentah dinilai tidak akan maksimal. Harga minyak WTI masih dibayangi potensi kenaikan produksi AS. Sejumlah analis masih melihat produksi minyak Paman Sam bisa kembali naik.
“Kalau harga di atas US$ 50 per barel, produsen minyak AS semangat meningkatkan produksi,” papar Nizar Hilmy, Analis PT Soe Gee Futures, Senin (23/10).
Menurut Nizar, inilah kecenderungan yang terjadi sejak awal tahun. Ia memperkirakan, walaupun harga masih mampu menguat kenaikannya tidak akan lebih dari level US$ 53 per barel. Level tersebut masih merupakan area resistance terkuat yang sulit ditembus.
Lanjut Nizar, untuk pekan ini, fokus pasar tertuju pada rilis cadangan minyak AS yang akan disampaikan oleh Energy Information and Administration (EIA) pada Rabu (25/10). Jika hasilnya kembali menunjukkan terjadinya penurunan cadangan, harga minyak mentah bisa kembali melanjutkan penguatan.
“Saya rasa sampai saat ini pergerakan harga masih bullish,” tandasnya.
Sementara, Faisyal, Analis PT Monex Investindo Futures melihat, kenaikan harga minyak sulit ditebak, karena sampai saat ini OPEC dan beberapa negara penghasil minyak masih belum kunjung mengambil keputusan resmi terkait rencana perpanjangan pemangkasan produksi. Belakangan hanya tersiar kabar, pemangkasan produksi yang seharusnya berakhir di Maret diperpanjang hingga akhir tahun 2018.
“Yang ditunggu market saat ini adalah angka riil yang dijabarkan dalam kesepakatan tertulis,” paparnya.
Menurut Faisyal, kalau disepakati, maka hal itu bisa menjadi sentimen positif bagi pergerakan minyak untuk jangka panjang. Sampai akhir tahun 2017, ia memperkirakan minyak WTI hanya mampu berada pada rentang US$ 53-US$ 55 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News