Reporter: Marantina N., Ruisa Khoiriyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak mentah terus longsor. Di New York Mercantile Exchange, kontrak WTI pengiriman Juli 2012, Rabu (9/5), tertekan ke level US$ 96,32 per barrel, atau turun 9,62% selama Mei.
Sedangkan, Brent di ICE Futures, terperosok di level US$ 111,97 per barrel. Tergerus hingga 6,56% sejak 27 April lalu. Pelemahan harga minyak ini adalah yang terlama dalam dua tahun terakhir.
Komoditas energi ini tertekan akibat tingginya stok minyak di Amerika Serikat (AS). Selasa lalu, American Petroleum Institute (API) mengumumkan, cadangan minyak AS pekan lalu mencapai 378 juta barrel, naik 7,8 juta barrel dari pekan sebelumnya.
Di saat yang sama, menebalnya ketidakpastian di Eropa akibat perubahan politik di Prancis dan Yunani membuat pelaku pasar gugup. Para pemodal mengurangi portofolio mereka di aset-aset berisiko tinggi, termasuk komoditas minyak.
"Pelaku pasar berlomba masuk ke instrumen yang dinilai aman, saat ini adalah dollar AS," ujar Ariston Tjendra, Kepala Riset Monex Investindo, kemarin (9/5).
Minyak diprediksi bakal makin terbenam aksi risk aversion pelaku pasar, hingga terbawa ke posisi US$ 95,4, dan selanjutnya meluncur ke US$ 93 per barrel.
Rabu malam, Departemen Energi AS akan mengumumkan data cadangan minyak termutakhir. Jika stoknya masih tinggi, harga minyak bisa makin ambles. Pasar memprediksi, stoknya naik 2 juta barrel. "Jika di bawah prediksi itu, harga minyak bisa mengetes resistance," jelas Ariston. Level resistance harga minyak WTI saat ini berada di US$ 98,7 per barrel.
Departemen Energi AS menurunkan proyeksi harga minyak mentah dan bensin tahun ini seiring kenaikan suplai yang diperkirakan lebih cepat ketimbang tingkat konsumsi.
Harga rerata minyak WTI diprediksi sebesar US$ 104,12 per barrel, tahun ini. Menurun 1,5% dari proyeksi April, sebesar US$ 105,72 per barrel.
Wahyu T. Laksono, pengamat komoditas dan valas, menilai, tren penurunan harga minyak sepekan terakhir tidak lepas dari faktor siklus. "Bulan Mei, minyak dan emas biasanya memang jatuh," katanya.
Tekanan bearish minyak cukup kuat. Sejak November lalu, harga masih konsolidasi di US$ 90-US$ 110. "Yang bahaya jika menembus US$ 90, karena berisiko jatuh ke US$ 85 yang merupakan level cukup kuat untuk jangka menengah," jelas Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News