Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak masih koreksi untuk hari keempat berturut-turut pada perdagangan hari ini. Kekhawatiran kebangkitan kembali kasus virus corona yang menghambat pemulihan permintaan bahan bakar jadi katalis utama.
Tekanan bagi emas hitam bertambah dengan peningkatan produksi dari Libya. "Ini awan kesuraman di pasar minyak lagi," kata Vandana Hari, Energy Analyst Vanda Insights.
Selasa (20/10) pukul 11.30 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent kontrak pengiriman Desember 2020 turun 32 sen atau 0,8% menjadi US$ 42,30 per barel. Pada sesi sebelumnya, harga Brent sudah jatuh 31 sen.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman November 2020 melemah 26 sen atau 0,6% ke level US$ 40,57 per barel.
Baca Juga: Harga minyak tergelincir banjir pasokan dari produksi Libya
Beban kuat bagi harga minyak datang setelah kasus virus corona tembus 40 juta pada hari Senin. Ditambah lagi, gelombang kedua yang tumbuh di Eropa dan Amerika Utara memicu tindakan pengetatan baru demi menghambat penyebaran.
"Gambaran permintaan sudah lemah; sentimen pasokan terpukul pada Senin karena Arab Saudi dan Rusia menghindari sinyal bahwa mereka akan mempertimbangkan kembali rencana peningkatan produksi OPEC+ pada bulan Januari," kata Hari.
Dalam pertemuan pada Senin (19/10) malam, dari panel menteri Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, berjanji untuk mendukung pasar minyak karena kekhawatiran tumbuh atas infeksi yang melonjak.
Namun, OPEC+ tetap berpegang pada kesepakatan untuk mengekang produksi sebesar 7,7 juta barel per hari (bph) hingga Desember dan kemudian memangkas pemotongan kembali menjadi 5,8 juta barel per hari pada Januari 2021.
Tiga sumber Reuters dari negara produsen OPEC+ menyebut, tetap ada opsi bahwa rencana kenaikan produksi mulai Januari 2021 bisa dibatalkan jika diperlukan.
"Kami tidak berpikir pasar minyak berada dalam posisi untuk menyerap sekitar 2% dari pasokan global yang OPEC+ diharapkan untuk dimulai kembali dari 1 Januari 2021," kata analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar dalam sebuah catatan.
Hal itu terjadi karena saat ini pasar minyak mentah global juga sedang mendapatkan tambahan produksi dari Libya. Negara yang beroperasi di luar pakta OPEC+ ini menambah kekhawatiran kelebihan pasokan.
Baca Juga: Investor hati-hati, harga emas spot koreksi ke US$ 1.901 per ons troi pada siang ini
Libya dengan cepat meningkatkan produksinya setelah konflik bersenjata menutup hampir semua produksi negara itu pada Januari. Output dari ladang terbesarnya, Sharara, yang dibuka kembali pada 11 Oktober, sekarang sekitar 150.000 barel per hari, atau sekitar setengah kapasitasnya, dua sumber industri mengatakan kepada Reuters.
Sementara itu, pedagang akan mengamati data persediaan minyak mentah dan produk dari American Petroleum Institute pada hari Selasa. Jajak pendapat Reuters menunjukan, analis memperkirakan stok minyak mentah dan distilat AS kemungkinan turun dalam minggu terakhir.
"Sejak April kami telah melihat pemulihan ajaib dalam permintaan minyak - yang sekarang berada di sekitar 92% dari tingkat pra-pandemi, tetapi masih terlalu dini untuk menyatakan diakhirinya era penghancuran permintaan minyak COVID-19," kata analis pasar minyak di Rystad Energy, Louise Dickson.
Selanjutnya: IHSG turun 0,38% ke 5.106 di akhir perdagangan sesi I, Selasa (20/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News