Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sudah beberapa tahun terakhir, kinerja emiten batubara bertabur luka. Tahun lalu, performa emiten sektor ini juga belum pulih. Dari beberapa emiten yang sudah merilis laporan keuangan 2014, rata-rata masih membukukan penurunan pendapatan dan laba bersih.
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) misalnya. Pada tahun 2014, pendapatan usaha ADRO hanya naik 1% year on year (yoy) menjadi US$ 3,3 miliar. Padahal volume penjualan masih naik 7% menjadi 57 juta ton. Sepanjang tahun lalu, harga jual rata-rata ADRO turun 5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Laba bersih ADRO juga merosot dalam sebesar 23,59% yoy menjadi US$ 178,16 juta. Namun, ADRO masih bisa membukukan kenaikan EBITDA 7% menjadi US$ 877 juta. Angka itu masih mencapai target EBITDA tahun lalu yang sebesar US$ 750 juta sampai US$ 1 milliar.
Emiten lain, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mencatat penurunan laba bersih 2,3% menjadi US$ 200,21 juta. Penyebabnya, penjualan ITMG tahun lalu hanya
US$ 1,94 miliar atau turun 10,8%.
Direktur Utama ADRO Garibaldi Thohir tak menampik, tahun ini masih menjadi tahun yang berat buat emiten batubara. Tahun lalu, harga batubara internasional turun 17% dengan harga rata-rata di US$ 70,95 per ton.
Ini terjadi karena kelebihan pasokan batubara. Harga juga tertekan akibat permintaan Tiongkok turun dan depresiasi mata uang negara eksportir batubara terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Emiten lapis dua seperti PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) mencatat penurunan laba yang lebih dalam. Tahun lalu, laba bersih GEMS tercatat Rp 133,4 miliar atau melorot hingga 41,2% dari tahun 2013. Padahal, GEMS membukukan kenaikan penjualan 16,9% menjadi Rp 5,18 triliun.
Namun, tak semua performa emiten batubara negatif. Tahun lalu, PT Bukit Asam, Tbk (PTBA) masih membukukan pertumbuhan laba bersih 9%, menjadi Rp 2,02 triliun. Ini didukung kenaikan pendapatan 16,7% menjadi Rp 13,08 triliun. Ini terjadi karena harga jual dan volume penjualan PTBA masih naik. Diversifikasi usaha PTBA di bidang kelistrikan juga memangkas beban operasional.
Jhon Veter, Managing Director Investa Saran Mandiri, bilang, PTBA diuntungkan karena menjual batubara ke dalam negeri, sehingga tidak terlalu terpengaruh permintaan dari Tiongkok atau India.
Ariyanto Kurniawan, analis Mandiri Sekuritas, dalam risetnya 9 Maret lalu, mengatakan, harga batubara akan segera mencapai titik terendahnya karena beban produksi perusahaan yang besar. Namun, ia tak memprediksi adanya perbaikan yang tajam. Maklum, permintaan batubara masih lemah. Ia memperkirakan, harga batubara akan turun menjadi US$ 65-US$ 70 per ton dari US$ 80 per ton.
Jhon hanya merekomendasikan PTBA yang kinerjanya masih stabil dengan target harga Rp 13.000 per saham. Sementara Ariyanto menurunkan rekomendasi ADRO menjadi neutral dari buy. Ia juga merekomendasikan neutral untuk ITMG, PTBA, dan HRUM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News