Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga komoditas industri berpotensi menyokong pertumbuhan kinerja emiten di sektor logam industri. Analis juga optimistis kinerja sektor logam industri akan meningkat seiring meningkatnya permintaan di tengah pemulihan ekonomi.
Mengutip Bloomberg, harga nikel kontrak 3 bulan di London Metal Exchange (LME) per Jumat (8/10) naik 15,69% secara year to date (ytd) ke US$ 19.221 per metrik ton. Kompak, harga timah juga naik 77,68% ytd ke US$ 36.156. Sementara, harga emas di Commodity Exchange masih menurun 8,05% ytd.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, tren kenaikan harga logam industri memberi sentimen positif bagi kinerja emiten sektor logam industri. "Dampak ke emiten logam industri kinerjanya akan meningkat seiring kenaikan harga logam yang tinggi," kata Sukarno, Minggu (10/10).
Namun, Sukarno mengatakan, tren kenaikan harga logam industri ini harus para emiten manfaatkan untuk menggenjot volume penjualan. Jika volume penjualan turun signifikan bisa membuat pendapatan tidak tumbuh meski adanya kenaikan rata-rata harga jual.
Baca Juga: China dan India terancam krisis energi, begini prospek harga batubara ke depan
Pada kuartal II-2021, volume penjualan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 7% dibandingkan pada kuartal I-2021 jadi sebesar US$ 208,4 juta.
Sementara, penjualan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di sepanjang semester I-2021, tumbuh 87% menjadi Rp 17,28 triliun dari Rp 9,24 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Namun, volume penjualan PT Timah Tbk (TINS), turun 60% dari semula 31.508 ton di semester I-2021 menjadi 12.523 di semester I-2021.
Sukarno memproyeksikan di sepanjang tahun ini volume penjualan sektor logam industri berpotensi lebih tinggi dibanding tahun lalu. Sentimen positif datang dari permintaan yang berpotensi lebih tinggi karena distribusi vaksin sudah meluas secara global. Dampaknya, aktivitas industri juga kembali berjalan sehingga volume penjualan bisa meningkat.
"Vaksinasi global sudah tinggi, sehingga kemungkinan akan lockdown kembali menjadi tipis," kata Sukarno.
Untuk volume penjualan TINS, Sukarno memproyeksikan, di sisa tahun ini TINS akan mampu mengejar ketertinggalan volume penjualan dibandingkan semester I-2021. Alhasil, Sukarno tetap optimistis kinerja TINS di sepanjang tahun ini akan tetap tumbuh.
Sukarno menjagokan INCO diantara emiten sektoral logam industri. Alasannya, INCO memiliki rasio valuasi yang lebih murah di PBV 1,62 kali. Sedangkan, valuasi TINS di 2,26 kali dan ANTM di 2,83 kali.
Menurut Sukarno, INCO lebih unggul karena memiliki rasio utang yang cukup rendah di 0,14 kali dibandingkan kompetitornya. Sukarno merekomendasikan beli INCO dengan target harga jangka menengah di Rp 5.325-Rp 5.550 per saham.
Tantangan sektor logam industri ke depan adalah jika tren kenaikan harga terkoreksi. Seperti, harga emas saat ini masih menurun seiring pemulihan ekonomi. Selanjutnya, kenaikan harga logam yang signifikan juga berpotensi terjadi penurunan di masa depan.
Namun, secara jangka panjang, Sukarno tetap optimistis emiten sektor ini berpeluang catatkan kinerja positif apalagi yang menjual nikel seiring permintaan komoditas tersebut untuk penggunaan dalam mobil listrik.
Sementara, Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya dalam risetnya, merekomendasikan beli saham PT Merdeka Copper Gold (MDKA) dengan target harga Rp 3.140 per saham. Faktor yang mendukung kinerja MDKA datang dari perbaikan peningkatan volume produksi.
Andrey memproyeksikan volume produksi tembaga MKDA naik 191% yoy. Sementara harga tembaga diproyeksikan stabil di US$ 9.000 atau naik 35% yoy.
Tantangan ke depan sektor ini juga datang bila permintaan global untuk komoditas melemah lebih lambat dari ekpektasi perbaikan ekonomi global.
Selanjutnya: Tersulut harga batubara, ini saham pertambangan yang memanas sejak awal tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News