Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga Bitcoin selama bulan Ramadan dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren penurunan yang konsisten. Data historis mencatat penurunan harga sebesar 21,71% pada 2021, 16,00% pada 2022, 3,73% pada 2023, dan 4,14% pada 2024.
CEO Indodax Oscar Darmawan menyatakan bahwa penurunan ini dipengaruhi oleh psikologi pasar yang berubah selama Ramadan.
"Setiap tahun, kami mengamati pola bahwa minat investor ritel terhadap kripto sedikit berkurang selama bulan Ramadan, yang dapat menyebabkan tekanan jual lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (10/3).
Baca Juga: Harga Bitcoin Amblas Tertekan Arus Keluar dan Kebijakan Tarif AS
Ia menambahkan bahwa ekspektasi penurunan harga yang terbentuk dari tren historis sering memicu aksi ambil untung sebelum Ramadan.
Namun, memasuki Ramadan 2025, dinamika pasar kripto mengalami perubahan. Bitcoin sempat melonjak 8% dalam sehari, kembali ke level US$ 90.000 setelah sebelumnya turun di bawah US$ 80.000.
Pemulihan ini didorong oleh sentimen positif terkait rencana Presiden AS Donald Trump yang disebut ingin mengusulkan cadangan kripto nasional.
"Tahun ini ada elemen geopolitik yang sangat kuat dalam pergerakan pasar kripto. Jika benar ada langkah serius dari pemerintah Amerika Serikat untuk menjadikan aset digital sebagai bagian dari kebijakan moneter, dampaknya akan sangat besar bagi industri kripto secara global," jelas Oscar.
Baca Juga: Turun 9% Sejak Listing, Harga Pi Network ke Rupiah Kini Rp 25 Ribu per Selasa (25/2)
Selain itu, kebijakan ekonomi global turut mempengaruhi volatilitas harga. Oscar menyoroti kebijakan baru Amerika Serikat yang menaikkan tarif impor sebesar 25% terhadap barang dari Kanada dan Meksiko sebagai pemicu ketidakpastian di pasar finansial.
"Kebijakan ekonomi suatu negara, khususnya sebesar Amerika Serikat, dapat berdampak pada arus modal global, termasuk yang mengalir ke aset kripto. Investor perlu memahami bahwa kripto semakin erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi makro," tambahnya.
Meski sentimen bullish cukup kuat di awal Ramadan 2025, Oscar mengingatkan bahwa volatilitas tetap menjadi tantangan utama. Dengan adanya White House Crypto Summit yang dijadwalkan pada 7 Maret, pasar masih menunggu kejelasan arah regulasi.
"Jika hasil dari pertemuan tersebut tidak sesuai ekspektasi pasar, kita bisa melihat koreksi harga yang cukup dalam. Volatilitas kripto bisa menjadi pedang bermata dua, di satu sisi memberikan peluang, tetapi di sisi lain bisa menimbulkan risiko besar jika tidak dikelola dengan baik," ujarnya.
Baca Juga: Harga Kripto Konsolidasi, Pasar Antisipasi Data Ekonomi AS
Oscar menekankan pentingnya manajemen risiko dan diversifikasi portofolio agar investor tidak terlalu bergantung pada pergerakan harga Bitcoin.
"Diversifikasi bukan hanya soal membeli banyak aset, tetapi juga soal memahami bagaimana setiap aset merespons kondisi pasar yang berbeda. Investor yang bijak selalu memiliki rencana mitigasi risiko," jelasnya.
Ia juga mencatat bahwa lonjakan harga Bitcoin baru-baru ini dipicu oleh meningkatnya partisipasi investor institusional yang mulai memperhitungkan kripto sebagai aset safe haven.
"Dulu, Bitcoin sering dianggap sebagai aset spekulatif semata, tetapi kini mulai diperhitungkan sebagai alternatif investasi jangka panjang. Ini adalah perubahan paradigma yang perlu diperhatikan oleh investor ritel," kata Oscar.
Selanjutnya: Harga Emas Spot Stabil di US$2.913,09 pada Senin (10/3) Sore, Ini Penyebabnya
Menarik Dibaca: 5 Tips Tetap Produktif Saat Puasa, Sempatkan Tidur Siang dan Olahraga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News