Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas dunia terus mendaki dan menjadi sorotan pelaku pasar global. Logam mulia ini kembali mencetak rekor tertinggi terbaru di level US$ 3.343 per ons troi. Harga emas telah melambung 26,7% sejak awal tahun 2025.
Lonjakan harga emas mencerminkan tingginya permintaan terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian global dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral utama.
Seiring dengan itu, harga emas batangan Antam juga ikut terdongkrak, menembus rekor baru di kisaran Rp 1.975.000 per gram pada Kamis (17/4), setelah mengalami kenaikan Rp 32.000 dari perdagangan sebelumnya.
Guru Besar Keuangan & Pasar Modal UI sekaligus pengamat pasar, Budi Frensidy menilai, lonjakan kenaikan harga emas saat ini belum menunjukkan tanda-tanda melambat dan masih memiliki potensi untuk terus berlanjut dalam waktu dekat.
Menurutnya, selama arus dana dalam jumlah besar terus mengalir ke instrumen emas sebagai aset lindung nilai, tekanan beli akan tetap kuat dan menopang penguatan harga.
“Selama masih ada yang terus membeli dalam jumlah besar—yaitu miliaran dolar AS—harga emas masih mungkin akan naik,” terang Budi pada Kontan, Kamis (17/4).
Baca Juga: Harga Emas Diprediksi Melonjak 71% pada 2025, Peluang Investasi Menjanjikan?
Menurutnya, ada tiga alasan utama yang mendorong investor memburu emas. Pertama, banyak yang terdorong ikut membeli karena melihat harga terus naik. “Motifnya bisa karena ikut-ikutan, tidak ingin ketinggalan momentum,” ujarnya.
Kedua, banyak investor kini kebingungan menempatkan dana di tengah ketidakpastian global. Instrumen seperti saham dan kripto dianggap kurang menarik, sehingga emas menjadi alternatif yang lebih aman.
Ketiga, masih banyak investor yang belum memahami alternatif investasi lain yang cukup likuid. Alhasil, emas menjadi pilihan yang dianggap paling aman dan mudah dicairkan.
Menariknya, lonjakan harga emas belakangan ini tidak hanya didorong investor ritel, tapi juga oleh investor besar. Menurut Budi Frensidy, banyak dana yang masuk ke pasar emas berasal dari hasil penjualan US Treasury yaitu surat utang yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat.
Biasanya, obligasi ini dianggap sebagai salah satu aset paling aman di dunia. Namun belakangan, minat terhadap aset-aset safe haven seperti dolar AS dan obligasi pemerintah AS mulai menurun.
Budi menilai, hal ini dipengaruhi kebijakan Presiden AS yang sulit diprediksi dan menimbulkan ketidakpastian, sehingga mendorong investor besar beralih ke emas sebagai tempat berlindung yang lebih stabil.
“Obligasi dan dolar AS mulai dihindari karena gaya Presiden AS, sehingga gold menjadi semakin menarik sebagai safe haven,” tuturnya.
Pelemahan nilai dolar AS belakangan ini ikut mendorong naiknya minat investor terhadap emas. Indeks dolar–yang mengukur kekuatan dolar terhadap mata uang utama lainnya–telah turun ke level terendah sejak November 2022.
Tercatat indeks dolar (DXY) masih betah bergerak di 99,4 atau naik tipis 0,10% dari sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa dolar mulai kehilangan daya tarik di mata investor global.
Melihat kondisi tersebut, Budi Frensidy menyimpulkan investor masih berada dalam fase flight to safety, yaitu situasi ketika mereka mencari tempat yang lebih aman untuk menyimpan uang. Saat ini, emas dianggap sebagai satu-satunya aset yang cukup aman di tengah kondisi pasar yang lesu dan penuh ketidakpastian.
Baca Juga: Harga Emas Antam Logam Mulia Naik Rp32.000 Jadi Rp 1.975.000 Hari Ini Kamis (17/4)
Selanjutnya: Kredit Menganggur Perbankan Kian Menggunung
Menarik Dibaca: Hujan Petir Melanda Daerah Ini, Berikut Prediksi Cuaca Besok (18/4) di Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News