Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga Federal Reserve untuk ketiga kalinya sepanjang tahun ini menekan harga emas dunia. Seiring dengan penguatan mata uang dollar Amerika Serikat (AS), harga emas berpotensi sulit melaju selama masih bergerak di bawah level US$ 1.200 per ons troi.
Mengutip Bloomberg, harga emas kontrak pengiriman Desember 2018 di Commodity Exchange, Jumat (28/9), ditutup pada level US$ 1.196,20 per ons troi. Harga menguat tipis 0,74% setelah terkoreksi cukup dalam ke level US$ 1.187,40 pada hari sebelumnya. Adapun, harga emas masih mencatat pelemahan 0,42% dalam sepekan kemarin.
Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi mengatakan, harga emas saat ini cenderung bergerak dalam pola sideways. "Sebelum keputusan The Fed harga emas cukup stabil, namun tampaknya investor baru merespons sehari setelahnya di mana harga emas terlihat mengalami koreksi yang cukup tajam," ujar Dini, Jumat (28/9).
Harga emas tertekan di tengah penguatan dollar AS pascakenaikan suku bunga The Fed. Jumat (28/9), indeks dollar ditutup menguat pada level 95,132. "Menguatnya dollar juga didukung data ekonomi AS yang solid pada pekan ini, misalnya data pertumbuhan ekonomi (PDB)," tambah Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, Jumat (28/9).
Di kuartal kedua, AS mencatat pertumbuhan PDB sebesar 4,2% year-on-year (yoy). Sejalan dengan estimasi konsensus, angka tersebut merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi AS sejak kuartal ketiga tahun 2014 silam.
Tak heran, harga emas masih sulit menanjak ke atas US$ 1.200 per ons troi. Apalagi, menurut Dini, dollar AS masih memiliki momentum positif yang kuat. "The Fed masih cukup hawkish dan akan mengiringi pertumbuhan ekonomi yang positif sampai tahun depan dengan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali lagi," ujar Dini.
Senada, Ibrahim juga belum melihat ada sentimen positif yang cukup kuat menopang harga emas selanjutnya. Sampai akhir tahun, ia bahkan kurang optimistis harga akan kembali ke level US$ 1.300 per ons troi. Terutama, masih ada isu perang dagang yang menyelimuti pasar dengan ketidakpastian.
"Potensi harga naik masih ada jelang akhir tahun, tapi untuk balik ke level awal tahun sepertinya akan susah," tandas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News