Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Jika harga komoditas lainnya terpuruk sepanjang tahun 2015 lalu, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) justru melesat. Raihan ini dicapai setelah masalah cuaca dan alam menjadi penopang kenaikan harga.
Mengutip Bloomberg, Kamis (24/12) harga CPO kontrak pengiriman Maret 2016 di Malaysia Derivative Exchange merosot 0,40% ke level RM 2.485 per metrik ton atau setara US$ 577,32 per metrik ton. Harga ini tergelincir 0,08% dalam sepekan terakhir. Namun, dibanding awal tahun 2015 harga sudah melambung 11,18%.
Ibrahim, Pengamat Komoditas PT SoeGee Futures mengatakan dengan nilai jual ringgit Malaysia harga justru diuntungkan ketika index USD melambung tinggi. Sebabnya, RM menjadi rendah dan ini mendukung permintaan dari konsumen. Jadi, saat index USD perkasa harga CPO justru seolah bertahan dari serangan.
Ini jelas berbeda dengan pergerakan harga komoditas lainnya. “Belum lagi CPO juga diuntungkan kehadiran El-Nino yang menganggu produksi,” kata Ibrahim. Di saat itu, produksi dari Malaysia dan Indonesia menurun signifikan. Sementara permintaan masih tergolong tinggi, imbasnya harga pun terdongkrak.
Tidak berhenti di situ, di Indonesia terjadi kebakaran hutan yang menerpa wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daerah tersebut merupakan ladang sawit terbesar milik Indonesia. Permasalahan yang sama kembali terulang, terjadi gangguan produksi di Indonesia.
“Besarnya gangguan asap akibat kebakaran hutan tersebut juga membayangi Malaysia yang notabene salah satu produsen terbesar lainnya selain Indonesia,” jelas Ibrahim. Kekhawatiran pasar akan minimnya pasokan CPO di pasar global menjaga harga di level atas.
Maka tidak heran pada 29 September 2015 lalu, harga CPO menyentuh level tertingginya sejak setidaknya 8 Juli 2014 silam dengan menyentuh level RM 2.501 per metrik ton atau setara US$ 660,34 per metrik ton. “Itu karena sentimen produksi yang terpangkas cukup besar,” tambah Ibrahim.
Selain itu di tahun 2015, Indonesia dan Malaysia pun membentuk Dewan Sawit dengan tujuan untuk menjaga industri CPO dan menopang harga. Serta Indonesia pun menggalakkan beberapa program seperti green financing, CPO fund dan pemanfaatan CPO untuk biodiesel. Harapan-harapan dari dukungan sentimen ini mengangkat harga CPO.
Namun pada 24 Agustus 2015 lalu, harga CPO sempat menyentuh level terendahnya sejak Maret 2014 silam di level RM 2.034 per metrik ton atau setara US$ 479,45 per metrik ton. “Ini disebabkan oleh penurunan harga minyak yang tajam dan tingginya produksi saat itu kala industri China merosot,” papar Ibrahim.
Pasalnya kala itu meski diprediksi terjadi penurunan produksi akibat El-Nino tapi permintaan dari India dan China justru menurun. Saat itu China sedang berada dalam fase terburuknya akibat sajian data manufaktur dan indikator industri ekonominya yang melempem. Sedangkan India giat mengembangkan penggunaan sumber daya dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













