Reporter: Yoliawan H | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2019 masih akan menjadi tahun yang berat bagi emiten alat berat. Asal tahu saja, industri penjualan alat berat masih sangat bergantung pada harga batubara. Itu dikarenakan memang penjualan alat berat mayoritas masih untuk sektor batubara.
Mengutip data barchart, harga batubara ICE Newcastle untuk volume terbesar pada kontrak Mei 2019 menguat ke level US$ 97,05 per ton dari posisi sebelumnya sebesar US$ 96,60 per ton.
Salah satu pemain besar emiten alat berat tanah air adalah PT Intraco Penta Tbk (INTA) dan PT United Tractorc Tbk (UNTR). Mayoritas penjualan alat mereka mayoritas masih untuk sektor batubara. Kontribusi penjualan alat berat UNTR dari sektor batubara sebesar 51% dari total penjualan. Untuk INTA 45% penjualan dikontribusikan untuk batubara.
Sekadar mengingatkan, di 2018 lalu total penjualan UNTR sebesar 4.878 unit, sedangkan INTA berhasil menjual 930 unit. Di tahun ini UNTR justru hanya menargetkan penjualan alat berat mencapai 4.000 unit. Sedangkan INTA menurunkan target pertumbuhan menjadi 15%-20% dibandingkan dengan tahun lalu 30%.
Menanggapi kondisi ini, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, untuk harga batubara yang tidak sebagus tahun lalu akan tercermin dari marjin yang akan turun. Selain itu ada potensi kenaikan beban keuangan karena memang ada pelemahan nilai tukar rupiah yang saat ini di level Rp 14.100 per dollar Amerika Serikat.
“Tentu, industri alat berat pasti akan berpengaruh karena konsumen alat berat memang ditujukan ke perusahaan tambang batubara. Jika ada pengurangan produksi dan efisiensi dari perusahaan batubara maka penjualan alat berat juga akan tertekan,” ujar Chris kepada Kontan.co.id, Selasa (5/3).
Kendati demikian emiten alat berat yang memiliki diversifikasi bisnis masih layak untuk dikoleksi seperti UNTR yang memiliki pendapatan lain di luar penjualan alat berat.
Menurut Chris, UNTR masih layak untuk dilakukan cicil beli dengan kondisi rasio price to earning di bawah 10 kali. “UNTR short term koreksi ke Rp 21.000 per saham cicil beli dengan target harga Rp 35.000 per saham,’ ujarnya.
Senada, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji mengatakan, jika rupiah terlalu melemah maka akan memberikan tekanan pada pertumbuhan emiten alat berat. Sejauh ini, permintaan alat berat untuk infrastruktur dan pertambangan masih cenderung stabil. “Risikonya (pelemahan rupiah) adalah tertekannya marjin penjualan,” ujar Nafan.
Emiten dengan diversifikasi bisnis akan lebih kuat menahan terpaan sentimen negatif ini. Pihaknya masih merekomendasikan saham UNTR dengan target harga jangka pendek sebesar Rp 28.550 per saham. Menurutnya, HEXA sedang mencoba menuju ke level Rp 4.530 per saham dalam jangka menengah jadi bisa akumulasi beli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News