Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pasar batubara belum bisa pulih dalam tempo singkat. Harga komoditas energi ini menyusut selama tiga hari berturut-turut. Salah satu pemicu, penurunan permintaan di sejumlah negara konsumen utama.
Tapi analis yakin, harga batubara bisa pulih setidaknya di separuh pertama tahun ini. Mengutip Bloomberg, Senin (21/3) harga batubara pengiriman April 2016 di ICE Futures Exchange tergelincir 0,39% ke US$ 50,85 per metrik ton.
Dalam sepekan terakhir, harganya sudah tergores 1,35%. Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto menuturkan, tekanan datang dari aksi pemerintah negara konsumen batubara. Mulai dari rencana India menerapkan kenaikan pajak hingga dua kali lipat atau US$ 6 per ton. Ini untuk produk domestik maupun impor.
Keadaan semakin diperburuk oleh peningkatan produksi batubara. Coal India, salah satu produsen terbesar batubara India, mencatatkan kenaikan produksi periode April 2015 hingga Februari 2016 sebesar 9,3% (yoy) menjadi 483 juta ton.
"Tak hanya India, di China, Jepang dan Eropa tak kalah buruknya bagi harga batubara," jelas Guntur.
Sepanjang tahun ini, Tiongkok berencana memangkas produksi 500 juta ton dan ditargetkan berlangsung hingga 3 tahun-5 tahun mendatang. Di Jepang, impor batubara Januari 2016 menurun 13,2% ketimbang Januari 2015.
"Ditambah rencana pemerintah Jepang memperketat pembangkit listrik batubara mulai April 2016," tutur Guntur.
Di Eropa, Inggris menerapkan pajak karbon pembangkit listrik batubara. Ini sebagian langkah Eropa menggunakan energi terbarukan dan meninggalkan energi batubara.
Meski demikian, Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst Asia Tradepoint Futures memprediksi ada peluang kenaikan harga batubara. Tak semua faktor yang bergulir di pasar global menekan harga.
Lihat saja dugaan impor batubara Vietnam tahun 2016, yang diperkirakan mencapai 47,5 juta ton dan terus meningkat hingga 166,6 juta ton pada tahun 2030. "Meski negara besar beralih ke energi terbarukan, Asia masih butuh batubara cukup besar dan ini menjadi pendukung harga," papar Deddy.
Di Bangladesh, melalui megaproyek kelistrikan, negara tersebut membutuhkan 11.000 ton batubara per hari dari pasar global. Tentu saja permintaan ini akan menyedot pasokan batubara.
Belum lagi, permintaan batubara untuk pembangkit listrik di Jerman pada Januari 2016 naik 13% menjadi 11 TWh. Salah satu perusahaan tambang batubara terbesar di Australia, New Hope, memprediksi kebutuhan batubara pembangkit listrik di Korea, Taiwan dan Filipina bisa meningkat.
Hal ini disampaikan langsung oleh Managing Director New Hope, Shane Stephan yang juga memprediksi kenaikan permintaan bisa berlangsung selama 12 hingga 18 bulan mendatang. Tarik menarik sentimen negatif dan positif bisa membuat harga stabil dalam rentang sempit.
"Bukan tak mungkin hingga semester satu 2016 harga bisa bergerak di kisaran US$ 45 hingga US$ 55 per ton," prediksi Deddy.
Prediksi Guntur, hari ini harga batubara bergerak dalam rentang US$ 49-US$ 51 per ton dan dalam sepekan US$ 48,00-US$ 51,00 per ton. Sementara proyeksi Deddy, harga batubara bergerak dalam rentang US$ 50-US$ 51,5 per ton dan sepekan ke depan berkisar US$ 49,3-US$ 51,9 per ton.
"Rabu ini harga bisa naik karena rebound teknikal, terdorong kenaikan harga minyak mentah," kata Deddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News